Tolak PK Maming
Salah satu massa dari Komite Rakyat Anti Korupsi (KERAS) membentangkan poster mendesak Mahkamah Agung (MA) untuk menolak Peninjauan Kembali (PK) yang diajukan terpidana korupsi Mardani H Maming. Ratusan Massa ini, menggelar aksi di depan Gedung Mahkamah Agung (MA), Jakarta Pusat, Kamis (5/9/2024) siang. (Foto: Inilah.com/Syahidan)
Pakar hukum pidana Universitas Bung Karno (UBK), Hudi Yusuf menilai gerakan sejumlah pakar hukum hingga aktivitis anti korupsi yang membela eks Bupati Tanah Bumbu Mardani H Maming tidak terlibat dalam kasus korupsi Izin Usaha Pertambangan (IUP) hanya membuang-buang waktu saja.
Ia menilai putusan majelis hakim sudah objektif dari tahap pembuktian pengadilan tingkat pertama, banding, hingga kasasi, Maming dinyatakan terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi. Apalagi, dalam permohonan perkara Peninjauan Kembali (PK) tidak adanya bukti baru (novum) sebagaimana penilaian Jaksa Penuntut KPK.
“Iya kalau novumnya keterangan ahli-keterangan ahli lagi buat apa?. Kalau 3-0 kan buang-buang uang negara juga buang -buang waktu. buat apa?” ujar Hudi ketika dihubungi Inilah.com, Kamis (31/10/2024).
Hudi mempertanyakan, apakah ada ada udang dibalik batu dalam gerakan bela Maming ini. Seharusnya, gerakan itu berlandaskan kepentingan hukum.
“PK benar ada novum atau benar ada sesuatu kepentingan lain, ini jadi masalah. Selama Merah Putih buat kepentingan hukum sih sah-sah aja PK ya kan. Tapi ini benar PK atau kepentingan lain ini?,” ucapnya.
Sebelumnya, sejumlah pakar hukum hingga aktivitis membela Mardani Maming. Mereka menilai Vonis terhadap Maming tampak sebagai keputusan yang dipaksakan, tanpa dasar bukti yang layak dan jauh dari prinsip keadilan. Para pembela Maming ini pun membuat petisi https://www.change.org/p/bebaskan-mardani-maming-wujudkan-penegakkan-hukum-yang-adil?.
Adapun mereka yang bergabung dalam gerakan bela Maming yaitu guru besar hukum terkemuka seperti Prof. Dr. Romli Atmasasmita dari UNPAD, Prof. Dr. Yos Johan Utama dari UNDIP, dan Prof. Dr. Topo Santoso, dari UI. Selain itu, Akademisi Anti-Korupsi dari UNPAD, UII, UGM, UI dan UNDIP turut mendukung seruan keadilan ini.
Tokoh HAM dan pendiri ICW, Todung Mulya Lubis, bersama Aktivis Anti-Korupsi seperti Bambang Harymurti, juga menyuarakan keprihatinan atas ketidakadilan ini.
Mereka, bersama para pakar hukum lainnya, berencana mengajukan surat amicus curiae (sahabat pengadilan) ke Mahkamah Agung untuk mendesak peninjauan yang adil terhadap kasus ini.