Menteri Desa dan Pembangunan Daerah Tertinggal (Mendes PDT) Yandri Susanto dalam rapat bersama Komisi V DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Kamis (7/11/2024). (Foto: Tangkapan layar/ Inilah.com/ Diana Rizky)
Menteri Desa dan Pembangunan Daerah Tertinggal (Mendes PDT) Yandri Susanto saat rapat bersama Komisi V DPR membahas kegiatan kementeriannya sejak dilantik oleh Presiden Prabowo Subianto. Beberapa desa telah dikunjungi Yandri untuk belanja masalah dan melihat potensi apa saja yang bisa dikembangkan dari desa.
“Kunjungan pertama di Karawang, Minggu sore (3/11) bagus sekali di Desa Kamojing, ada danau (kami bekerja sama) dengan PT Mandala dan (PT) Pupuk Kujang. Jadi kalau tadi disampaikan desa harus dikolaborasikan, betul,” ucap Yandri di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Kamis (7/11/2024).
“Kalau dari dana desa tidak mungkin lah, maka pihak swasta apalagi pihak swasta itu sudah menikmati tanah, air di desa itu maka sejatinya sekarang kita memaksimalkan peran swasta juga,” sambungnya.
Selain itu, Yandri juga menyebut dalam pembangunan daerah tertinggal, kementeriannya akan melibatkan 400 perusahaan terkait corporate social responsibility (CSR).
“Bilamana nanti ada masukan dari Komisi V desa mana yang akan kita bangun atau gempur, tentu kami siap untuk menyambungkan dengan para pihak yang kami anggap layak, dan bisa bertanggung jawab untuk membangun desa yang masih perlu kita sentuh secara serius,” terangnya.
Beberapa hal yang disoroti Yandri di Desa Kamojing ini, yaitu desa wisata, potensi di bidang pertanian, kerajinan hingga budaya. Begitu juga dengan kunjungannya pada Selasa (5/11) ke sebuah desa di Blitar, Jawa Timur.
“Saya juga bergerak ke Blitar (5/11), ini istilah kami hilirisasi produk desa, jadi kalau kulit sapi hanya kita jual kerupuk kulit mungkin harganya cuma ribuan, tapi ketika dia dikelola oleh BUMDes dibuat sedemikian rupa dengan banyak melibatkan tenaga kerja, ini kendang jimbe diekspor ke China, Tiongkok,” ungkap Yandri.
“Nilai ekspor per tahunnya Rp17,5 miliar, artinya sekali lagi kalau desa kita sentuh dengan hal-hal yang produktif dan ini melibatkan pihak swasta, Astra Internasional, pelatihannya cukup, formulanya cukup dan melibatkan masyarakat banyak,” lanjut politikus PAN ini.
Dengan begitu, kata Yandri, tentu kegiatan seperti ini mampu mengurangi angka pengangguran di desa-desa.
Berlanjut ke desa lain di Desa Kembangkelor, Mojokerto, Jatim, Yandri menemukan desa wisata yang dikelola tanpa menggunakan APBN dan APBD.
“Kami kunjungi di Desa Kembangbelor ini mungkin juga bisa bagi para anggota, mereka punya desa wisata tanpa menggunakan APBN dan APBD, tanpa menggunakan dana desa, mereka menggunakan patungan seluruh kepala keluarga di desa itu sehingga tiap bulan mereka dapat dividen,” jelas Yandri.
“Inilah cara kami kenapa kami memulai ini, artinya anggaran itu bukan segala-galanya yang dari pemerintah, tapi bagaimana kita maksimalkan potensi yang ada di desa itu sehingga bisa benar-benar maksimal output-nya,” tambah dia.
Setiap rumah, ungkap Yandri, dapat menghasilkan Rp1,5-2 juta per bulannya dari kegiatan desa wisata ini. Bahkan ketika dirinya menanyakan apakah ada rumah orang miskin atau panti jompo di desa tersebut, sang kepala desa menyebut tidak ada.
“Enggak ada lagi. Rumahnya bagus semua, karena desa wisata tadi. Artinya kalau misalkan ada di dapil bapak ibu ada yang mesti di-upgrade potensi yang ada, saya kira bagus. Jadi masyarakat dapat gajian tiap bulan, makanya ini yang maksud saya, saya sedang mapping dulu, apa yang mesti kita replikasi, potensi yang ada di Indonesia ini,” imbuh dia.
Yandri menyebut belanja masalah ini menjadi penting bagi kementeriannya, agar tidak salah langkah nantinya.
“Kami ingin belanja masalah dulu sehingga ketika kita mengambil keputusan, mengambil langkah-langkah strategis diikuti dengan politik anggaran, saya kira kita enggak salah (langkah),” ujar Yandri.
“Kami akan memaksimalkan juga peran serta pihak swasta, termasuk mungkin ya bantuan dari pihak luar yang memang punya concern terhadap pembangunan desa,” lanjut dia.