Berkaca dari Zarof Ricar, KPK Nilai RUU PTUK Lebih Mendesak dari Perampasan Aset


Deputi bidang Pencegahan dan Monitoring Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Pahala Nainggolan menilai, pengesahan Rancangan Undang-undang (RUU) Pembatasan Transaksi Uang Kartal (RUU PTUK) lebih mendesak daripada RUU Perampasan Aset agar segera disahkan.

Hal ini berkaca dari kasus dugaan korupsi Makelar Kasus (Markus) Mahkamah Agung (MA), Zarof Ricar yang mampu menyimpan uang tunai mencapai Rp1 triliun (Rp920 miliar) di kediamannya yang telah disita oleh Kejaksaan Agung (Kejagung).

“Yang Rp1 triliun ini Zarof Ricar, yah gak bisa tahu dia tunai, darimana cara taunya.  Makanya kita bilang, pembatasan kartal Rp100 juta itu menurut saya, lebih penting dari perampasan aset,” ujar Pahala kepada awak media di Jakarta, dikutip Kamis (14/11/2024).

Pahala menjelaskan, keunggulan pembatasan uang kartal dan kelemahan perampasan aset. Ia mengatakan, pembatasan uang kartal mencegah terjadinya praktik suap.

“Kalau ada pembatasan kartal Rp100 juta karena orang enggak boleh tarik duit lebih dari Rp100 juta sehari. Kalau mau menyuap Rp5 miliar, tiap hari bolak-balik ke bank untuk narik (uang),” ucapnya.

Selain itu, tutur dia, Aparat Penegak Hukum (APH) juga jadi lebih mudah menelisik transaksi keuangan pelaku melalui penelusuran rekening bank secara digital.

“Kalau pembatasan Rp100 juta itu sudah cakep banget, sehingga semua bertransaksi masuk ke bank, bisa kejar pajaknya, misalnya orang tiba-tiba transaksinya aktif Rp5 miliar gitu, pajaknya cuma segini, kan bisa periksa,” ucapnya.

Pahala, menilai tidak alasan lagi untuk menunda-nunda pengesahan RUU Pembatasan Transaksi Uang Kartal. Hal ini mengingat transaksi keuangan telah banyak beralih ke digital. “Saya juga bingung kenapa enggak ada selera orang membatasi tunai ke digital semua,” tuturnya.

Ia pun mencontohkan, banyak negara khususnya kawasan Uni Eropa (EU) telah menerapkan peraturan pembatasan uang kartal. “Negara-negara EU akan berencana membatasi uang kartal untik seluruh negara EU. Sekarang baru 15 negara ya di Eropa. (Pembatasannya) kira-kira sama, 10 ribu euro ya sama lah sekitar Rp150 juta,” ucapnya.

Sedangkan, kelemahan dari RUU perampasan aset, Pahala mengatakan, tersangka yang asetnya dirampas APH bisa menggugat ke pengadilan lantaran belum berstatus terpidana atau berkekuatan hukum tetap.

“Perampasan belum tentu orang dirampas enggak menggugat, ngerampas non-judicial kan, bukan rampasan putusan pengadilan ya, kalau nanti digugat gimana?,” ucapnya.

Ia menambahkan, aset dirampas belum tentu laku dalam proses lelang. Maka itu, bagi dia pembatasan uang kartal lebih penting daripada perampasan aset.

“Siapa berani juga beli harta dari negara, misalnya Saya rampas Anda punya tanah 5 hektare, Saya jual, Saya lelang belum tentu juga kebeli,” ucapnya.