Eks Menteri Keuangan (Menkeu), Bambang Brodjonegoro ikutan berbicara soal rencana menaikkan pajak pertambahan nilai (PPN) dari 11 persen, menjadi 12 persen per 1 Januari 2024.
Dia merasa bingung dengan rencana PPN 12 persen yang didorong Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani.
Seharusnya, tim ekonomi Presiden Prabowo Subianto fokus menggenjot rasio pajak atau tax ratio yang selama ini menjadi biang kerok kendornya setoran pajak.
“Tax ratio kita hanya berkutat di angka 10 persen dalam tanda petik. Ini membuat ringkih perekonomian kita,” kata Bambang, Jakarta, dikutip Selasa (26/11/2024).
Untuk mengerek rasio pajak ini, lanjutnya, bisa ditempuh dengan 3 cara. Pertama, perluas basis pajak. Caranya bisa dengan mendorong pengusaha dan pekerja yang bergerak di sektor informal, beralih ke sektor formal.
Ambil contoh Australia yang struktur penerimaan pajaknya yang penerimaan pajak terbesarnya berasal dari Pajak Penghasilan (PPh) perorangan alias pajak gaji.
Sumber penerimaan pajak di negeri Kanguru itu, lebih solid ketimbang Indonesia yang mengandalkan sumber penerimaan pajak dari Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan PPh Badan.
Untuk memperkuat dan memperluas basis pajak PPh, Bambang mengatakan, pengusaha dan pekerja perlu didorong masuk sektor formal. Karena, PPh perorangan hanya bisa diambil dari para pekerja formal. “Gaji itu bisa muncul kalau orang bekerja di sektor formal,” kata dia.
Kedua, lanjut Mantan Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) itu, meningkatkan kepatuhan pajak. Realitasnya, tingkat kepatuhan pajak di Indonesia, masih rendah.
“Ketiga, mendorong pengusaha patuh membayar pajak. Harus diakui masih banyak pengusaha yang melakukan penghindaran pajak dengan transfer pricing,” ungkapnya.
Informasi saja, transfer pricing adalah cara menghindari pajak dengan memanfaatkan perusahaan afiliasi di luar negeri. Cara ini dilakukan agar perusahaan seolah mendapatkan keuntungan yang lebih kecil dari sebenarnya dengan demikian mereka akan membayar lebih sedikit kepada negara.
Bambang mengatakan, praktik transfer pricing ini harus diberantas agar tax ratio Indonesia bisa melompat. “Dengan metode transfer pricing tadi, keuntungan yang sebenarnya dipindah ke wilayah negara lain yang memiliki PPh Badan yang lebih rendah, itu otomatis menggerus penerimaan kita,” kata dia.
Bisa jadi, usulan pria kelahiran Jakarta pada 3 Oktober 1966 ini, lebih mujarab dan tidak menambah beban rakyat. Yang saat ini daya belinya sedang tidak baik-baik saja.