Pemerintah Prancis nampaknya sedang cari-cari alasan untuk tidak mematuhi Mahkamah Pidana Internasional (ICC) terkait surat penangkapan untuk Perdana Menteri (PM) Israel Benjamin Netanyahu.
Kementerian Luar Negeri (Kemlu) Prancis mencoba berlindung di balik status Israel bukan negara anggota ICC yang menandatangani Statuta Roma. Dengan demikian, Prancis beranggapan bahwa Netanyahu kebal terhadap surat perintah penangkapan ICC.
“Suatu negara tidak dapat dianggap bertindak dengan cara yang bertentangan dengan kewajibannya berdasarkan hukum internasional sehubungan dengan kekebalan yang diberikan kepada negara-negara yang bukan anggota ICC,” bunyi pernyataan resmi Kemlu Prancis, dilansir AFP, Kamis (28/11/2024).
Atas dasar itu, Prancis pikir-pikir untuk mematuhi perintah ICC menangkap Netanyahu. “Dan harus dipertimbangkan jika ICC meminta kami untuk menangkap dan menyerahkan mereka,” bunyi sambungan pernyataan tersebut.
ICC merilis surat perintah penangkapan untuk Netanyahu dan mantan Menteri Pertahanan (Menhan) Yoav Gallant pekan lalu atas dugaan kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan dalam perang Israel melawan Hamas di Jalur Gaza yang berkecamuk sejak Oktober tahun lalu.
Dalam pengumumannya pada 21 November lalu, ICC menyatakan pihaknya menemukan alasan yang masuk akal untuk meyakini Netanyahu dan Gallant memikul tanggung jawab secara pidana atas kejahatan perang berupa kelaparan sebagai metode perang di Jalur Gaza dan kejahatan terhadap kemanusiaan berupa pembunuhan, penganiayaan dan tindakan tidak manusiawi lainnya terhadap warga Palestina.
Dengan perintah penangkapan itu, Netanyahu terancam ditangkap jika menginjakkan kaki di sebanyak 124 negara anggota ICC yang menandatangani Statuta Roma. Prancis merupakan anggota ICC, yang terikat kewajiban untuk menangkap Netanyahu jika dia mengunjungi wilayahnya.
Namun respons yang diberikan Prancis memberikan kesan bahwa negara itu bersikap lebih hati-hati. Laporan media yang belum dikonfirmasi menyebut Netanyahu dengan marah mengangkat masalah ICC ini dalam percakapan telepon dengan Presiden Emmanuel Macron dan mendesak Prancis tidak menegakkan perintah penangkapan itu.