Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) memperkirakan jumlah pemain judi online (judol) di Indonesia akan terus meningkat hingga mencapai 11 juta orang pada akhir tahun 2024. Lonjakan ini menjadi sorotan karena dampaknya yang masif terhadap perekonomian dan masyarakat.
Deputi Analisis dan Pemeriksaan PPATK, Danang Tri Hartono, mengungkapkan bahwa tren peningkatan pemain judi online terlihat jelas sepanjang tahun 2024.
“Kalau tahun 2023 kami mengidentifikasi 3,4 juta pemain. Sekarang di kuartal empat kemarin sudah mencapai 8,8 juta, dan mungkin akhir tahun bisa di atas 11 juta pemain,” ujar Danang dalam diskusi Forum Wartawan Teknologi (Forwat) di Jakarta, Jumat (29/11/2024).
Transaksi Fantastis di Industri Judi Online
Danang menambahkan, jumlah total deposit yang berputar dalam industri ini juga sangat besar, mencapai lebih dari Rp43 triliun hanya dalam kuartal ketiga 2024.
“Bisa dibayangkan uang segitu besar digunakan untuk operasional, rekening, admin, hingga pancingan kemenangan. Narkoba saja kalah besarannya,” kata Danang.
Secara keseluruhan, nilai transaksi yang terdeteksi PPATK sepanjang 2024 terkait aktivitas judi online mencapai angka fantastis, sekitar Rp283 triliun.
PPATK Dorong Penguatan Kebijakan
Melihat fenomena ini, PPATK menyerukan penguatan kebijakan dan penegakan hukum untuk memberantas judi online yang telah menjadi masalah nasional.
“Kami mendorong penguatan kebijakan dan penegakan hukum agar praktik judi online yang semakin meluas dan merugikan masyarakat dapat diberantas,” tegas Danang.
Namun, pemberantasan ini dihadapkan pada tantangan baru. Salah satunya adalah pergeseran metode pembayaran. Awalnya transaksi dilakukan melalui transfer bank atau e-wallet, kini pelaku judi online menggunakan merchant agregator dan exchanger crypto untuk menyembunyikan identitas mereka.
Menhariq Noor, Ketua Tim Tata Kelola Pengembangan Aplikasi Penyelenggara Sistem Elektronik Direktorat Tata Kelola Aplikasi Komdigi, menekankan bahwa pemberantasan judi online memerlukan kerja sama lintas sektor.
“Kalau kami hanya memblokir situs, itu memang tugas kami. Tapi selama masih ada supply and demand, maka ini tidak akan selesai. Diperlukan kolaborasi dari semua pihak, termasuk kesadaran masyarakat untuk tidak memulai deposit,” jelas Menhariq.