Usulan PDIP Keliru, Justru Polri Lebih Riskan jika di Bawah Kemendagri


Guru besar hukum Universitas Al Azhar Indonesia (UAI) Suparji Ahmad menyampaikan pandangan atas wacana menempatkan Polri di bawah TNI atau Kemendagri, digulirkan PDIP imbas kesal kalah Pilkada 2024.

Dia mengatakan, akan lebih berbahaya jika Polri berada di hawah kementerian, apalagi jika menterinya berasal dari partai politik. “Kalau kemudian ditempatkan di bawah Kemendagri juga masalah malah riskan. Malah riskan artinya kalau Mendagrinya itu (dari) partai politik, malah bahaya,” ucap Suparji saat dihubungi wartawan di Jakarta, Sabtu (30/11/2024).

Terkait tudingan adannya intervensi Polri di ajang Pemilu, Suparji menegaskan yang perlu diperbaiki adalah pengawasan terhadap seorang pejabat yang menempatkan Polri secara subyektif. Bukan malah mempersoalkan struktur keberadaannya.

“Kalau misalnya pihak-pihak tertentu menempatkan polisi dalam kepentingan kelompok atau subyektifnya itulah yang harus diperbaiki, tidak boleh seperti itu. Tapi perbaikannya buka pada konteks kedudukan struktur Polri. Tapi lebih bagaimana pengawasan kepada pejabat yang bersangkutan,” ucap dia.

Sebelumnya, Ketua DPP PDIP Deddy Yevri Sitorus mengungkapkan bahwa partainya sedang mempertimbangkan untuk mendorong Polri berada di bawah kendali TNI atau Kemendagri.

Pertimbangan ini muncul setelah hasil Pilkada Serentak 2024 di beberapa wilayah, di mana PDIP merasa mengalami kekalahan akibat keterlibatan aparat kepolisian, yang mereka sebut sebagai “parcok” (partai cokelat).

“Kami sedang mendalami kemungkinan untuk mendorong kembali agar Kepolisian Negara Republik Indonesia kembali di bawah kendali Panglima TNI atau agar Kepolisian Republik Indonesia dikembalikan ke bawah Kementerian Dalam Negeri,” ujar Ketua DPP PDI-P, Deddy Yevri Sitorus, dalam jumpa pers, Kamis (28/11/2024).

Ia berharap, DPR RI nantinya bisa bersama-sama menyetujui agar tugas polisi juga direduksi sebatas urusan lalu lintas, patroli menjaga kondusivitas perumahan, serta reserse untuk keperluan mengusut dan menuntaskan kasus-kasus kejahatan hingga pengadilan.

“Di luar itu saya kira tidak perlu lagi. Karena negara ini sudah banyak institusi yang bisa dipakai untuk menegakkan ini,” kata Deddy.