Pejabat (Pj) Wali Kota Pekanbaru, Risnandar Mahiwa, diduga menerima jatah Rp2,5 miliar dalam kasus dugaan korupsi penyelewengan anggaran di lingkungan Pemerintah Kota (Pemkot) Pekanbaru.
Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Nurul Ghufron, menjelaskan bahwa Risnandar melakukan pemotongan anggaran Sekretariat Daerah (Setda) Kota Pekanbaru dari pencairan dana tambahan Ganti Uang (GU), untuk kebutuhan makan dan minum dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Perubahan (APBDP) tahun 2024.
“Bahwa pada November 2024, terdapat penambahan anggaran Setda di antaranya untuk anggaran makan minum (APBDP 2024). Dari penambahan ini, diduga Pj Wali Kota menerima jatah uang sebesar Rp2,5 miliar,” ujar Ghufron dalam jumpa pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Rabu (4/12/2024).
Sebelumnya, tim penyelidik KPK melakukan Operasi Tangkap Tangan (OTT) di Jakarta dan Pekanbaru sejak Senin (2/12/2024). Sebanyak sembilan orang diamankan, termasuk Risnandar. Selain itu, tim penyelidik juga menyita uang tunai sebesar Rp6,82 miliar sebagai bukti permulaan.
“Dari rangkaian kegiatan tersebut, Tim KPK mengamankan total 9 orang, yakni 8 orang di wilayah Pekanbaru dan 1 orang di wilayah Jakarta, serta sejumlah uang dengan total sekitar Rp6.820.000.000,” ucap Ghufron.
Setelah pemeriksaan dan ekspose perkara, KPK menetapkan tiga orang sebagai tersangka, yaitu Pj Wali Kota Pekanbaru Risnandar Mahiwa (RM), Sekda Pekanbaru Indra Pomi Nasution (IPN), dan Plt Kabag Umum Pemkot Pekanbaru Novin Karmila (NK). Ketiganya ditahan di rumah tahanan (Rutan) cabang KPK selama 20 hari untuk proses penyidikan lebih lanjut.
“KPK selanjutnya melakukan penahanan kepada para tersangka untuk 20 hari pertama sejak 3 Desember 2024 sampai dengan 22 Desember 2024,” ujar Ghufron.
Ketiga tersangka disangkakan melanggar Pasal 12 f dan Pasal 12 B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001, Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.