Korea Utara masih belum berkomentar usai dijadikan salah satu alasan Presiden Korea Selatan Yoon Suk-yeol menetapkan keadaan darurat militer pada Selasa (3/12/2024).
Kepala Staf Gabungan (JCS) militer Korsel menyatakan bahwa pihaknya belum mendeteksi aktivitas tak biasa dari Korut usai darurat militer dicabut hanya beberapa jam setelah ditetapkan.
“Tidak ada aktivitas ganjil dari Korut. Postur keamanan kami terhadap Korea Utara tetap stabil,” demikian pernyataan JCS, seperti dikutip NK News, Rabu (4/12/2024).
Harian resmi pemerintah Korut Rodong Sinmun juga tidak menyinggung apa pun soal darurat militer Korsel dalam surat kabar yang terbit pada Rabu.
Koran itu hanya sempat mengabarkan tuntutan kelompok sipil Korsel agar Yoon mundur dari jabatan pada Senin (2/12/2024), dengan menyebut sang Presiden telah menggunakan undang-undang tanpa pandang bulu untuk menekan oposisi guna mengatasi krisis politik yang sedang dia alami.
Presiden Korsel Yoon Suk-yeol menetapkan keadaan darurat militer pada Selasa malam dengan alasan adanya ancaman dari Korut dan kekuatan ‘anti-negara’.
“Untuk melindungi Korsel yang liberal dari ancaman yang ditimbulkan oleh kekuatan komunis Korut dan untuk melenyapkan elemen-elemen anti-negara, dengan ini saya mengumumkan darurat militer,” kata Yoon dalam pidato yang disiarkan langsung di televisi, seperti dikutip AFP.
Yoon mengatakan ‘partai oposisi’ telah melumpuhkan pemerintahan semata-mata demi memakzulkan dirinya hingga mendesak penyelidikan khusus bagi ibu negara Kim Keon-hee.
Yoon terlibat skandal korupsi tahun ini, dengan salah satu skandal turut melibatkan istrinya, Kim Keon-hee, karena diduga menerima tas mewah bermerek Dior sebagai suap serta mengenai dugaan manipulasi saham.
Bulan lalu, Yoon didesak mengeluarkan permintaan maaf di televisi nasional seraya mengatakan bahwa ia mendirikan kantor yang mengawasi tugas-tugas ibu negara. Meski demikian, ia menolak permintaan oposisi untuk menggelar penyelidikan khusus.
Status keadaan darurat militer itu sendiri tak lama dicabut setelah Parlemen Korsel melakukan pemungutan suara mendesak pembatalan status tersebut.