Pengerahan Aparat di Pesta Demokrasi ‘Lagu Lama’, PDIP Jangan Lupakan Masa Lalu


Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) Lucius Karus menilai, dugaan pengerahan aparat dalam hal ini kepolisian seperti dinarasikan PDIP dengan sebutan Partai Cokelat (Parcok) adalah ‘lagu lama’. Partai banteng moncong putih jangan cuci tangan, seakan tak pernah melakukan hal serupa.

“Ya bahwa di masa lalu juga PDIP mungkin juga pernah melakukan praktek serupa, saya kira itulah gambaran politik atau partai politik kita,” ucap Lucius dihubungi Inilah.com, Jakarta, dikutip Kamis (5/12/2024).

Sikap koar-koar PDIP, dianggapnya sebagai bentuk ketidakdewasaan dalam berpolitik. “Kerap tidak konsisten antara apa yang disampaikan dan apa yang dilakukan. Ini bukan hanya soal PDIP saja, ini masalah kita semua” kata dia.

Terlepas siapa yang menginisiasi, Lucius mendukung upaya pengusutan soal dugaan pengerahan aparat dalam gelaran pesta demokrasi.  “Tentu saja kita harus terbuka untuk mencari tahu atau mendalami kemungkinan terjadinya penyalahgunaan aparat sebagaimana juga pelanggaran lain yang lazim terjadi pada saat Pemilu atau Pilkada,” ujar dia.

Diketahui, PDIP bak kena petir di siang bolong, tak menyangka bisa kalah di empat provinsi besar di pulau Jawa, termasuk kandangnya sendiri wilayah Jawa Tengah (Jateng). Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto menyalahkan Partai Cokelat alias Kepolisan atas kekalahan yang menyesakkan ini. Menuduh polisi intervensi dalam gelaran pesta demokrasi.

“Partai Cokelat ini sudah barang tentu adalah oknum-oknum kepolisian. Cuma karena tidak hanya satu, tidak hanya satu tempat. Mungkin sebaiknya kita tidak menyebut oknum-oknum. Tapi ini sudah sesuatu yang bersifat dari komando. Dan saya kira pemegang kuncinya adalah Listyo Sigit. Beliau bertanggung jawab terhadap institusi yang dia kendalikan, yang dia pimpin,” kata Hasto saat konferensi pers di DPP PDIP, Jakarta Pusat, Kamis (28/11/2024).

Tumbangnya banteng di Pilkada 2024 dipengaruhi banyak faktor, tak mutlak dari variabel eksternalnya saja. Seharusnya, kekalahan ini jadi momentum PDIP berinterospeksi. Jangan-jangan kegagalan ini karena mesin politik tidak jalan secara maksimal. Bisa juga karena mepet pasca Pileg dan Pilpres 2024, faktor logistik yang terkuras di laga sebelumnya turut memengaruhi.

“Atau karena struktur partai yang hanya mengandalkan pada figur calon untuk bergerak, bisa jadi juga karena makin menurunnya party id PDIP, di mana masyarakat cenderung pragmatis,” kata peneliti senior Pusat Riset Politik Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Lili Romli, saat berbincang dengan Inilah.com.

Patut juga dipertimbangkan faktor gap generasi. Bukan mustahil, kekalahan ini disebabkan karena gaya berpolitik Megawati dan sejumlah elite PDIP, tidak related dengan generasi Milenial dan generasi Z yang merupakan pemilih mayoritas.

“Terkait tentang figur kepemimpinan Ibu Megawati, kalau untuk internal partai PDIP, beliau sebagai pemersatu dan soliditas partai. Tetapi untuk publik, khususnya anak-anak muda bisa jadi ingin ada perubahan, ada regenerasi kepemimpinan, mengingat ibu Mega memang sudah cukup lama memimpin partai ini,” ucapnya.