Dari Sang Ayah, Prof. Soemitro, Kepedulian Prabowo Kepada Pengusaha Pribumi Datang


Momen yang mempertegas keberpihakan Prabowo pada pengusaha pribumi itu kembali terjadi pada 6 Desember 2024. Saat itu Presiden memperkenalkan pengusaha Haji Isam kepada delegasi Japan-Indonesia Association (JAPINDA) dan The Jakarta Japan Club (JJC) di Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat. Haji Isam, pemilik Jhonlin Group, adalah pengusaha terkemuka asal Kalimantan Selatan yang memiliki bisnis di sektor pertambangan, perkebunan, dan infrastruktur. Langkah itu menunjukkan komitmen Prabowo dalam mempromosikan pengusaha lokal di kancah internasional, sejalan dengan upayanya menciptakan proporsi ekonomi yang lebih adil.

“Air cucuran atap, jatuhnya ke pelimbahan juga,” kata orang Melayu. “Buah apel tak akan jatuh jauh dari pohon,” ujar peradaban Barat. Hal ini terlihat jelas pada Presiden Prabowo Subianto. Kepeduliannya terhadap pengusaha pribumi, usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM), adalah cerminan dari perhatian ayahnya, Prof. Sumitro Djojohadikusumo, begawan ekonomi Indonesia, yang intens terhadap pengusaha pribumi.

Momen yang mempertegas keberpihakan Prabowo pada pengusaha pribumi itu kembali terjadi pada 6 Desember 2024. Saat itu Presiden memperkenalkan pengusaha Haji Isam kepada delegasi Japan-Indonesia Association (JAPINDA) dan The Jakarta Japan Club (JJC) di Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat. Haji Isam, pemilik Jhonlin Group, adalah pengusaha terkemuka asal Kalimantan Selatan yang memiliki bisnis di sektor pertambangan, perkebunan, dan infrastruktur. Langkah itu menunjukkan komitmen Prabowo dalam mempromosikan pengusaha lokal di kancah internasional, sejalan dengan upayanya menciptakan proporsi ekonomi yang lebih adil.

Warisan Prof. Sumitro: Program Benteng dan Ali-Baba

Prof. Sumitro Djojohadikusumo memainkan peran penting dalam perekonomian Indonesia sejak era Orde Lama hingga awal Orde Baru. Sebagai menteri perdagangan dan menteri keuangan, ia menggagas Program Benteng pada awal 1950-an. Program ini bertujuan memberdayakan pengusaha pribumi melalui proteksi pasar dari dominasi asing dan pemberian fasilitas kredit murah. Proteksi ini memungkinkan pengusaha pribumi memiliki akses ke sektor perdagangan yang sebelumnya didominasi oleh pengusaha asing.

Namun, pelaksanaan Program Benteng tidak sepenuhnya mulus. Lemahnya kapasitas manajerial dan modal pengusaha pribumi menjadi tantangan utama. Meski tidak tidak secara langsung digagas  Prof. Soemitro Djojohadikusumo, program selanjutnya yang meneruskan Program benteng, yakni  Program Ali-Baba,  merupakan kebijakan yang terinspirasi Program Benteng.  Program Ali Baba  yang dicetuskan Mr. Iskaq Cokrohadisuryo saat menjabat menteri perekonomian masa pemerintahan Kabinet Ali Sostroamidjojo I  (31 Juli 1953-12 Agustus 1955) itu pun bertujuan menguatkan posisi para pengusaha pribumi dalam perekonomian nasional. 

Program ini mendorong kemitraan antara pengusaha pribumi (“Ali”) dan non-pribumi (“Baba”), di mana pengusaha non-pribumi diharapkan mentransfer keterampilan, teknologi, dan pengalaman kepada mitra pribuminya.

Meski kedua program tersebut menghadapi kendala, seperti korupsi birokrasi dan implementasi yang kurang konsisten, ide dasarnya tetap relevan. Kepedulian terhadap pemberdayaan pengusaha lokal seperti ini terlihat dalam kebijakan Prabowo. Presiden Prabowo melanjutkan semangat ayahnya dengan memberikan perhatian besar kepada UMKM, pengusaha kecil, dan koperasi sebagai pilar ekonomi kerakyatan.

Jejak Ekonomi Prabowo: Dari Anti-Kebocoran ke Prabowonomics

Kritik Prof. Sumitro terhadap kebocoran anggaran negara tercatat dalam Kongres Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI) pada 1993. Ia menyebut kebocoran dana pembangunan mencapai 30 persen. Pernyataan ini menjadi isu nasional. Prabowo Subianto, yang kala itu baru memulai perjalanan politiknya, tampaknya terinspirasi oleh ayahnya.

Prabowo mengangkat isu kebocoran APBN selama kampanye Pilpres 2019, menyebut potensi kebocoran mencapai Rp500 triliun. Dalam pidato pelantikannya sebagai Presiden 2024, ia kembali menegaskan pentingnya menutup kebocoran anggaran dan memberantas kolusi.

Visi ekonominya, yang dikenal sebagai Prabowonomics, berakar pada gagasan kemandirian ekonomi. Dalam “Membangun Kembali Indonesia Raya” yang ditulisnya, Prabowo menawarkan strategi pembangunan berbasis ketahanan pangan, kedaulatan energi, dan penguatan industri nasional. Ia menekankan pengembangan potensi domestik melalui penggunaan sumber daya lokal dan pemberdayaan UMKM.

Kepedulian Prabowo terhadap pengusaha pribumi bukan sekadar retorika. Sebagai putra dari Prof. Sumitro, ia mewarisi semangat memperjuangkan kemandirian ekonomi bangsa. Sumitro dikenal sebagai ekonom yang tidak hanya merancang kebijakan untuk menumbuhkan ekonomi, tetapi juga memiliki visi besar untuk memberdayakan pengusaha lokal sebagai tulang punggung perekonomian Indonesia. Prabowo tampak meneruskan perjuangan ini melalui berbagai program konkret yang mengutamakan pengusaha kecil dan menengah.

Program Ambisius Prabowonomics

Prabowo menjanjikan beberapa program besar, seperti:
-Ketahanan pangan: membuka satu juta hektare sawah dan kebun jagung, membangun pabrik pupuk, dan infrastruktur desa.
-Energi: mengganti bahan bakar fosil dengan energi nabati dan membangun pabrik bioetanol.
-Industri: mengembangkan sektor bernilai tambah, seperti tekstil, makanan, dan tambang.

Ekonom Sarman Simanjorang memuji langkah Prabowo yang memisahkan Kementerian UMKM, Kementerian Koperasi, dan Kementerian Ekonomi Kreatif. Menurutnya, struktur kabinet seperti itu mencerminkan keberpihakan pada pelaku usaha kecil dan pengusaha lokal.

“Komposisi kabinet ini mencerminkan keseriusan Prabowo dalam memajukan pengusaha lokal,” ujar Sarman, beberapa waktu lalu. Namun, ia juga mengingatkan perlunya evaluasi ketat agar program-program tersebut tidak hanya menjadi janji.

Kendati ambisius, Prabowonomics menghadapi berbagai tantangan. Beberapa di antaranya memang diwariskan dari pemerintahan sebelumnya yang kurang cakap menata perekonomian. 

Misalnya:-Defisit anggaran: Dalam RAPBN 2025, defisit mencapai Rp616,18 triliun, tertinggi dalam sejarah transisi pemerintahan. Program populis seperti makan bergizi gratis menyedot anggaran besar.
-Ketimpangan ekonomi: Rasio Gini Indonesia pada Maret 2024 mencapai 0,379, mencerminkan ketimpangan signifikan. Kekayaan 10 orang terkaya di Indonesia lebih besar dari gabungan kekayaan 114 juta penduduk.
-ICOR tinggi: Incremental Capital Output Ratio (ICOR) Indonesia mencapai 6,5, jauh di atas rata-rata ASEAN (3,7). Ini menunjukkan rendahnya efisiensi investasi.

Dengan hambatan tersebut, peneliti kebijakan publik di Intitute for Development of Policy and Local Partnership (IDP-LP), Riko Noviantoro, menilai Prabowo perlu menyeimbangkan visi anti-oligarkinya dengan realitas ekonomi. “Kehadiran pengusaha dalam setiap denyut pemerintahan adalah realita yang tidak bisa dihindari. Tantangannya adalah bagaimana menciptakan mekanisme yang sehat dan adil,” ujar Riko.

Penguatan tanpa diskriminasi

Ujang Komarudin, direktur eksekutif Indonesia Political Review, menyarankan agar Prabowo belajar dari Malaysia yang sukses memberdayakan pengusaha lokal. “Di Malaysia, kebijakan ekonomi lebih berpihak pada pengusaha pribumi. Indonesia bisa mencontoh pola ini tanpa terjebak pada diskriminasi,” kata Ujang.

Namun, Ujang juga mengingatkan pentingnya kompromi agar semua pihak merasa dilibatkan. Pendekatan ini sejalan dengan gaya Prabowo yang kerap menekankan kolaborasi antara sektor publik dan swasta.

Alhasil, Prabowonomics adalah langkah berani untuk membawa perubahan signifikan dalam ekonomi Indonesia. Meski tantangannya berat, jika diterapkan dengan konsisten dan berfokus pada efisiensi serta pemberantasan korupsi, konsep ini berpotensi menciptakan kesejahteraan yang lebih merata.

Sebagaimana pesan Prof. Sumitro yang selalu mengingatkan pentingnya keadilan dalam pembangunan ekonomi, perjuangan Prabowo harus memastikan bahwa buah dari kebijakan ekonominya dapat dinikmati oleh seluruh rakyat Indonesia. Dengan begitu, harapan untuk mewujudkan Indonesia yang lebih mandiri dan sejahtera tidak hanya menjadi mimpi, tetapi juga realita. [ ]