Pasukan zionis langsung memancing di air keruh melihat kondisi Suriah. Israel telah ‘merebut’ wilayah di daerah yang dikuasai Suriah di Dataran Tinggi Golan. Sementara militernya memperingatkan warga Suriah yang tinggal di lima desa dekat wilayah strategis yang diduduki Israel untuk tinggal di rumah.
Perdana Menteri Benjamin Netanyahu mengatakan dia memerintahkan pasukan Israel untuk merebut zona penyangga di Dataran Tinggi Golan yang didirikan berdasarkan perjanjian gencatan senjata tahun 1974 dengan Suriah. Keputusan ini langsung keluar setelah kemajuan pesat pasukan oposisi Suriah mengakhiri kekuasaan Bashar al-Assad.
Netanyahu mengatakan Minggu (8/12/2024), bahwa perjanjian yang telah berlangsung puluhan tahun itu telah runtuh dan tentara Suriah telah meninggalkan posisi mereka, sehingga mengharuskan pengambilalihan oleh Israel. “Kami tidak akan membiarkan kekuatan musuh mana pun muncul di perbatasan kami,” katanya.
Israel merebut sebagian Dataran Tinggi Golan dalam perang 1967 dan mencaploknya. Masyarakat internasional, kecuali Amerika Serikat, menganggapnya sebagai wilayah Suriah yang diduduki secara ilegal.
Setelah komentar Netanyahu, militer Israel mengeluarkan peringatan mendesak kepada warga Suriah yang tinggal di Ofaniya, Quneitra, al-Hamidiyah, Samdaniya al-Gharbiyya dan al-Qahtaniyah – semuanya dekat dengan wilayah Dataran Tinggi Golan yang diduduki Israel.
“Pertempuran di wilayah Anda memaksa IDF [militer Israel] untuk bertindak dan kami tidak bermaksud untuk menyakiti Anda,” kata Kolonel Avichay Adraee, juru bicara tentara Israel berbahasa Arab, di media sosial.
Daerah pertanian di Dataran Tinggi Golan yang diduduki Israel dinyatakan sebagai zona militer tertutup dan beberapa sekolah dialihkan ke kelas daring untuk mengantisipasi kerusuhan.
Netanyahu memuji penggulingan al-Assad pada hari Minggu sebagai “hari bersejarah” yang terjadi setelah serangan Israel terhadap pendukung al-Assad, Iran dan Hizbullah, dalam perang baru-baru ini di Lebanon.
Berbicara dari perbatasan Lebanon-Suriah, Zein Basravi dari Al Jazeera mengatakan bahwa Israel mengambil keuntungan dari jatuhnya al-Assad. “Apa yang terjadi tentu saja menguntungkan militer Israel dan pemerintah Israel,” kata Basravi. “Mereka mendapatkan apa yang selama ini mereka inginkan: tetangga yang lebih lemah, sehingga mereka dapat mendorong agenda regional mereka.”
Serangan Udara Israel
Sementara itu, media Israel mengatakan pada hari Minggu bahwa angkatan udara Israel telah mengebom depot senjata di Suriah selatan dan Damaskus untuk mencegah kelompok oposisi merebutnya.
“Kami menyerang depot amunisi di Suriah selatan dan di area bandara Damaskus karena khawatir gudang tersebut jatuh ke tangan kelompok bersenjata dan faksi lokal,” kata penyiar publik Israel KAN mengutip pernyataan seorang pejabat keamanan Israel yang tidak disebutkan namanya.
“Israel berupaya menggagalkan setiap potensi ancaman dan mencegah kerusakan pada superioritas udaranya di Suriah,” pejabat itu menambahkan.
Harian Israel Yedioth Ahronoth mengatakan depot senjata dan persediaan rudal permukaan-ke-permukaan menjadi target serangan Israel di Suriah, tanpa memberikan rincian lebih lanjut.
Berbicara dengan markas intelijen militer dan bea cukai Damaskus yang terbakar di kejauhan di belakangnya, Adham Abu al-Hussam dari Al Jazeera Arabic mengatakan bahwa depot bahan bakar di kompleks tersebut kemungkinan telah diserang.
Dua sumber keamanan regional mengatakan kepada kantor berita Reuters bahwa kompleks keamanan di distrik Kafr Sousa, Damaskus, telah diserang Israel.
Israel telah sering menargetkan pengiriman senjata dan instalasi militer di Suriah selama perang di negara itu, dengan alasan kekhawatiran atas kemungkinan transfer persenjataan canggih ke kelompok-kelompok musuh, termasuk Hizbullah dan milisi yang didukung Iran.