Gus Miftah atau nama lengkapnya Miftah Maulana Habiburrahman kembali menjadi perhatian publik. Polemik tentang ucapannya kepada penjual es teh dalam sebuah pengajian memicu diskusi panas di media sosial. Tak hanya soal kontroversi tersebut, publik juga mulai mempertanyakan asal-usul gelar “gus” yang disandang Gus Miftah, bahkan menuduhnya tak memiliki sanad dan nasab kiai.
Namun, Ketua PBNU Bidang Keagamaan, KH Ahmad Fahrur Rozi (Gus Fahrur), membantah tudingan tersebut. Gus Fahrur menegaskan bahwa Gus Miftah adalah keturunan Kiai Ageng Hasan Besari, seorang ulama besar pendiri Pesantren Tegalsari Ponorogo. Mari kita telusuri siapa sebenarnya Kiai Ageng Hasan Besari dan mengapa namanya begitu penting dalam sejarah Islam di Jawa.
Kiai Ageng Hasan Besari: Sosok Ulama Karismatik
Mengutip dari buku karya KH. Aziz Masyhuri yakni ’99 Kiai Kharismatik Indonesia’, Kiai Ageng Hasan Besari adalah seorang ulama besar Nusantara yang hidup pada abad ke-18.
Ia dikenal sebagai pendiri Pesantren Tegalsari Ponorogo, salah satu pesantren tertua dan terbesar di masanya. Lahir di Tegalsari pada 1729, Kiai Hasan Besari adalah putra dari Kiai Muhammad Ilyas, seorang ulama terkemuka. Lingkungan pesantren yang kuat membentuk kepribadiannya sebagai seorang alim dan pemimpin yang dihormati.
Kiai Hasan Besari memiliki silsilah yang terhubung dengan para ulama besar, termasuk Walisongo seperti Sunan Giri dan Sunan Ampel. Ia juga dikenal sebagai keturunan Nabi Muhammad SAW, menjadikan nasabnya sebagai salah satu yang paling dihormati di Jawa.
Peran Kiai Ageng Hasan Besari dalam Pendidikan
Pesantren Tegalsari yang didirikan oleh Kiai Hasan Besari menjadi pusat pendidikan Islam yang berpengaruh di Nusantara. Pada masa kepemimpinannya, pesantren ini mencapai puncak kejayaan. Banyak santri datang dari berbagai wilayah, seperti Banten, Yogyakarta, dan Surabaya, untuk menimba ilmu di Tegalsari. Selain ilmu agama, pesantren ini juga mengajarkan wawasan budaya dan kepemimpinan.
Beberapa tokoh besar yang pernah belajar di Tegalsari adalah Raden Ngabehi Ronggowarsito, seorang pujangga besar Surakarta, dan Kiai Haji Abdul Manna, pendiri Pesantren Tremas. Mereka adalah bukti nyata bagaimana Tegalsari melahirkan generasi pemimpin yang berwawasan luas.
Warisan yang Tetap Hidup
Hingga kini, nama Kiai Ageng Hasan Besari tetap dikenang. Makamnya di Tegalsari menjadi tempat ziarah yang ramai dikunjungi.
Warisan keilmuan dan kepemimpinan beliau terus dilestarikan, baik melalui keturunannya maupun para santri yang meneruskan perjuangan beliau.
Klarifikasi Gus Fahrur: Gus Miftah dan Kiai Ageng Hasan Besari
Dalam menghadapi tudingan bahwa Gus Miftah tidak memiliki nasab kiai, Gus Fahrur menegaskan bahwa Gus Miftah memang keturunan Kiai Ageng Hasan Besari. Sebagai pengasuh Pondok Pesantren Ora Aji di Sleman, Gus Miftah juga melanjutkan tradisi pendidikan Islam yang diwariskan oleh leluhurnya.
“Dia keturunan ulama besar, Syaikh Hasan Besari Ponorogo, dan mengelola pesantren di Jogja. Saya kenal dan pernah ke pesantrennya,” ujar Gus Fahrur.
Hikmah dari Polemik Gus Miftah
Kontroversi yang melibatkan Gus Miftah membawa sorotan kepada sosok Kiai Ageng Hasan Besari. Meskipun polemik ini menimbulkan perdebatan, ada hikmah yang bisa diambil, yaitu mengenal kembali tokoh besar yang berkontribusi besar dalam sejarah pendidikan Islam di Nusantara.
Kiai Ageng Hasan Besari adalah figur penting dalam sejarah Islam di Indonesia. Melalui Pesantren Tegalsari, beliau tidak hanya menyebarkan ilmu agama tetapi juga membentuk generasi pemimpin yang berkarakter. Warisan beliau tetap hidup melalui keturunannya, termasuk Gus Miftah, yang kini menjadi salah satu tokoh publik paling dikenal di Indonesia.
Dengan mengenal sosok Kiai Ageng Hasan Besari, kita diingatkan kembali pada nilai-nilai pendidikan, toleransi, dan kepemimpinan yang menjadi fondasi Islam di Nusantara.