Rencana pemerintah memberlakukan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 12 persen untuk barang mewah masih menyisakan banyak pertanyaan di kalangan ekonom. Apakah benar tidak berdampak kepada kenaikan harga yang pada ujungnya memberatkan rakyat.
Ekonom UPN Veteran Jakarta, Achmad Nur Hidayat mengatakan, narasi yang selalu dilontarkan pemerintah atau DPR agar masyarakat mendukung PPN 12 persen adalah sasarannya barang mewah. Pengaruhnya langsung kepada kalangan atas atau mereka yang mampu membeli barang-barang mewah.
Achmad menuturkan, jika dilakukan telaah secara mendalam, dampak dari kenaikan PPN 12 persen yang dimulai 1 Januari 2025, pastilah tidak sesederhana penjelasan pejabat negara atau DPR.
Peningkatan tarif PPN untuk barang mewah, kata Achmad, meskipun secara langsung menyasar kelompok ekonomi atas, juga akan memberikan dampak yang merambat ke kelompok menengah dan kecil.
“Kebijakan PPN yang tinggi untuk barang mewah sebenarnya menciptakan risiko bagi kelompok menengah yang sedang berusaha meningkatkan taraf hidupnya. Kelompok menengah sering kali menjadi tulang punggung ekonomi nasional, tetapi mereka juga paling rentan terhadap kebijakan fiskal yang kurang memperhatikan dampak lanjutan,” jelas Achmad, Jakarta, Selasa (10/12/2024).
Ketika harga barang yang dulunya terjangkau kelompok atas menjadi lebih mahal, maka daya beli kelompok itu, bakal melemah. Dalam jangka panjang, hal ini dapat menghambat mobilitas sosial dan pertumbuhan ekonomi.
“Selain itu, kelompok menengah sering kali menggunakan jasa atau produk yang berhubungan dengan barang mewah, baik secara langsung maupun tidak langsung. Tentu kena imbasnya juga,” imbuhnya.
Misalnya, kata Achmad, kelompok menengah terpaksa menyewa kendaraan premium untuk acara tertentu, membeli barang elektronik berkualitas tinggi untuk pekerjaan, atau menggunakan layanan hotel yang dikenakan tarif lebih tinggi, karena dianggap sebagai barang mewah.
“Dengan kenaikan tarif pajak, pengeluaran mereka untuk kebutuhan ini akan meningkat, mengurangi kapasitas mereka untuk menabung atau berinvestasi,” jelasnya.
Sebelumnya, Ketua MPR, Ahmad Muzani menjamin, penetapan PPN 12 persen untuk komoditas barang mewah, tidak akan berdampak kepada masyarakat menengah ke bawah.
“Tidak, sebenarnya dari sisi itu (dampak tidak langsung penerapan PPN 12 persen) tidak ada problem,” kata Muzani di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (9/12/2024).
Muzani menegaskan bahwa semua sektor yang terkait dengan kehidupan rakyat kecil tidak dikenakan PPN 12 persen. “Dari kajian yang kita dapat kan begitu. Artinya, PPN tetap diberlakukan, tetapi hanya untuk barang mewah,” ujarnya.
Sebaliknya, lanjut Muzani, kebijakan tersebut hanya menyasar komoditas yang masuk kategori barang mewah. “Tidak dikenakan untuk makanan, tidak dikenakan untuk minuman, tidak dikenakan untuk transportasi, tidak dikenakan untuk kesehatan, tidak dikenakan untuk pendidikan,” tuturnya.
Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPR, Said Abdullah menyebut, kebijakan PPN 12 persen bertujuan menjaga pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan. Saat ini, negara membutuhkan penerimaan yang lebih tinggi untuk mendanai berbagai program yang dibutuhkan masyarakat. “Kebijakan ini bertujuan menciptakan sistem perpajakan yang lebih adil, efisien, dan mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan,” ujar politikus PDIP itu.