Ada “hantu” yang selalu meneror Ayu setiap akhir tahun. Ibu anak satu yang tinggal di bantaran Kali Ciliwung, kawasan Pasar Minggu, Jakarta Selatan, itu telah puluhan tahun menetap di rumah sepetak yang hanya berjarak “sejengkal” dari kali terpanjang yang membelah Jakarta itu. Hantu itu adalah banjir, yang belum bisa dikalahkan gubernur mana pun. Ayu tahu bahwa akhir tahun selalu jadi momen pilu, dibayang-bayangi banjir yang bakal menenggelamkan rumahnya.
Sudah tak ada rasa takut bagi dirinya ketika menceritakan banjir terbesar pada 2020. Gelar “perempuan tangguh” patut disematkan kepadanya setelah ia melahirkan anak perempuannya di tengah banjir besar.
“Tahun 2020 saya pas banget ngelahirin anak pertama, saya baru keluar rumah sakit, pas pulang banjir udah sebetis. Bawa-bawa bayi ke atas ke rumah orang, hampir sebulan ngungsi. Lebih enak di rumah padahal, kita malah ngungsi ribet punya bayi,” kata Ayu mengenang.
Air dari Bendungan Katulampa yang meluap ke Ciliwung membuat rumah Ayu tenggelam hingga hanya terlihat genteng saja. Rumahnya yang dulunya berjarak sekitar lima meter dari sungai kini tinggal sejengkal. Bahkan, sisa-sisa sampah yang dibawa air dari Katulampa masih berserakan di sekitar rumahnya hingga hari ini.
“Tahun 2020 itu sampai longsor. Itu, masih banyak sampah-sampah. Rumah roboh. Tadinya enggak sampai situ, kali masih jauh dari rumah. Ini karena udah longsor aja, lama-lama makin deket ke rumah,” ujar Ayu.
Sebagai langganan banjir, Ayu sudah terbiasa menghadapi ancaman ini. Selama 34 tahun tinggal di kawasan rawan banjir, ia merasa cukup tenang meski pemerintah menetapkan status siaga 2. Namun, peringatan dari Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) yang menyebutkan potensi banjir besar di akhir tahun 2024 tetap membuatnya bersiap-siap.
“Ini prediksi BMKG katanya banjirnya kayak 5 tahun yang lalu. Antisipasi sih, paling karena kita udah langganan jadi paham lah mengatasinya. Udah enggak panik lagi. Kalau air masih di depan pintu aja saya masih entaran gitu. Kadang suka ngerjain juga banjir, udah geser-geser barang tahu-tahu enggak masuk. Ya bagus sih kalau enggak masuk. Pokoknya udah tau ancang-ancangnya,” katanya.
Tahun Baru Selalu Sendu
Namun, di balik ketegaran itu, ada keinginan yang tak pernah padam dalam hati Ayu rumah yang aman dari banjir. “Kalau pemerintah bisa bangun tanggul yang benar atau memperbaiki aliran sungai supaya enggak meluap, itu sudah lebih dari cukup buat saya. Saya enggak perlu pindah kalau rumah saya enggak kebanjiran,” ujar Ayu.
Bagi Ayu, solusi yang paling ia harapkan dari pemerintah adalah perhatian yang serius terhadap infrastruktur pengendalian banjir. Bukan hanya normalisasi sungai, tetapi juga pengadaan program relokasi yang layak dengan ganti rugi yang memadai. “Kalau pun kami harus pindah, ya tolong dipikirkan tempat yang layak buat kami. Jangan cuma digusur tanpa solusi,” tambahnya.
Malam pergantian tahun yang seharusnya dirayakan dengan kembang api dan sukacita sering berubah menjadi malam penuh tantangan bagi warga Jakarta. Hujan deras yang diprediksi mengguyur Jakarta biasanya menenggelamkan banyak kawasan, dari pemukiman hingga pusat perbelanjaan. Hal tersebut turut dirasakan Supriyani, yang pada 2020 harus berbenah mengamankan barang-barangnya saat diterjang banjir.
“Banjir tahun 2020 itu besar banget. Ini ramalan BMKG juga katanya banjir lagi. Tahun baru malah jadi beres-beres di rumah,” kata Supriyani.
Bagi Supriyani, tahun baru menjadi momen yang menyakitkan. Rumahnya yang berada di kawasan padat penduduk, tepat di seberang Stasiun Pasar Minggu, menjadi korban derasnya air yang menerjang. Tembok rumahnya telah hancur akibat banjir, bahkan kini tak lagi memiliki jendela setelah jebol terbawa arus. Meski ada isu bahwa kawasan tersebut akan dijadikan ruang terbuka hijau, ia berharap ada kejelasan soal ganti rugi.
“Punya rencana kalau ada rezeki pengen pindah kontrakan. Makanya kita berharap banget ya kalau istilahnya mau dipindahkan, kita ada ganti rugi lah, buat kita beli tanah,” katanya seraya berkaca-kaca.