Ditenggelamkan Dolar AS, Kinerja Mingguan Rupiah Terjeblok Ketiga di Asia


Penutupan perdagangan pada Jumat (20/12/2024), nilai tukar atau kurs rupiah terhadap dolar AS (US$) menguat 0,58 persen menjadi Rp16.195/US$. Menjadi mata uang terjeblok ketiga di Asia.

Berbalik arahnya rupiah menjadi lebih kuat, meski masih di kisaran Rp16.000-an per dolar AS, kemungkinan karena kepercayaan pelaku pasar yang mulai bangkit dengan komitmen Bank Indonesia untuk terus berjaga di pasar menstabilkan mata uang.

Direktur Eksekutif Pengelolaan Moneter dan Aset Sekuritas Bank Indonesia (BI), Edi Susianto mengatakan, bank sentral terus melakukan intervensi terhadap pasar dmi mengatrol rupiah. “Kami akan menjaga rupiah dengan berani untuk membangun kepercayaan pasar,” kata Edi, dikutip Sabtu (21/12/2024).

Intervensi dilakukan di pasar spot, pasar NDF domestik serta pasar Surat Berharga Negara (SBN). Selain menggeber triple intervention, BI juga melanjutkan upaya menaikkan suplai dolar AS melalui lelang instrumen penarik hot money, yaitu Sekuritas Rupiah (SRBI).
Dalam lelang rutin Jumat lalu, minat investor di SRBI menurun 30 persen dengan bunga diskonto jauh lebih tinggi.

Alhasil, BI hanya menerbitkan SRBI senilai Rp10 triliun, karena sepinya penawaran yang masuk di tengah permintaan yield yang melesat hingga menyentuh 7,35 persen.

Sementara Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) menguat tipis 0,09 persen setelah dalam dua hari beruntun bursa saham terjebak zona merah. Secara mingguan, IHSG masih minus 4,65 persen

Adapun di pasar surat utang, yield SBN masih bertahan di kisaran lebih tinggi. Tenor 2 tahun, misalnya ada di level 7,03 persen. Tenor 5 tahun juga naik di 7,06 persen. Adapun tenor 10 tahun berada di 7,07 persen.

Meski pada perdagangan terakhir pekan lalu berhasil menguat, rupiah nyatanya masih membukukan pelemahan mingguan sebesar 1,23 persen.

Kinerja mingguan terburuk rupiah sejak Oktober 2024. Kinerja buruk itu juga menempatkan rupiah sebagai valuta dengan pelemahan terdalam ketiga di Asia sepekan ini, setelah yen Jepang yang turun 1,95 persen, sementara ringgit anjlok 1,25 persen.

Arus keluar modal asing dari pasar keuangan Indonesia mencapai sedikitnya Rp8,8 triliun selama periode transaksi 16-19 Desember lalu, menurut laporan bank sentral. Nilai capital outflow itu terdiri atas jual neto investor nonresiden di pasar saham sebesar Rp3,67 triliun, lalu sebesar Rp4,43 triliun di pasar SBN dan Rp710 miliar dari SRBI.

Kejatuhan rupiah yang tajam tak sendirian. Hampir semua mata uang emerging market di seluruh dunia berjatuhan gara-gara indeks dolar AS.

Indeks mata uang pasar negara berkembang, MSCI Emerging Market menuju capaian kinerja kuartalan terburuk dalam dua tahun terakhir, seperti dicatat oleh Bloomberg News.
Sejak akhir September, indeks sudah turun 3,3 persen (year to date/ytd) dipimpin real Brasil, forint Hungaria dan peso Chili.

Bank-bank sentral di seluruh dunia menghabiskan miliaran dolar AS untuk menahan kejatuhan mata uang mereka, tak terkecuali BI. Di Brasil, bank sentral negeri negeri Samba itu, terindikasi menghabiskan US$17 miliar untuk memperkuat real, mata uangnya dalam sepekan terakhir.

Di Eropa, bank sentral Hungaria bahkan mengerek suku bunga pada tender swap mata uang asing untuk menenangkan pasar. “Sulit untuk melawan dolar AS yang kuat,” kata Christopher Wong, Strategist OCBC di Singapura.

“Intervensi dalam lingkungan seperti itu hanya dapat memperlambat laju depresiasi mata uang. Meski demikian, bank sentral mungkin masih harus menggunakan campuran alat intervensi verbal dan aktual,” lanjut Wong.