Gagal Bayar KoinP2P dan Investree, OJK Masih Perlu Banyak Belajar Awasi Industri Keuangan


Direktur Eksekutif Segara Research Institute Piter Abdullah menilai status kasus gagal bayar PT Investree Radika Jaya (Investree) harus dijadikan pembelajaran bagi seluruh pihak termasuk Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

Gara-gara gagal bayar Investree kepada sejumlah pemberi utang atau lender, membuat OJK harus mencabut izin perusahaan pada 21 Oktober 2024. “Saya kira ini kalau disebut sebagai pembelajaran saya kira, iya. Pembelajaran bagi OJK, pembelajaran bagi kita semua. Karena ini memang industri yang baru di OJK sendiri masuk di dalam bidang yang baru sebagai bagian dari inovasi teknologi keuangan,” kata Piter, Jakarta, dikutip Minggu (22/12/2024).

Saat ini, kata Piter, perkembangan industri peer-to-peer (P2P) lending cukup deras di dunia termasuk Indonesia. Perusahaan ini mengelola dana dari lenders (pemberi pinjaman) kepada borrower (penerima pinjaman). Dan, banyak industri P2P yang mengalami gagal bayar, terpaksa harus gulung tikar.

“Sekarang ini, bukan hanya di Indonesia tetapi semua negara masih tergagap-gagap dengan perkembangan industri P2P. Di mana, sektor keuangan dikendalikan dengan teknologi,” ujarnya.

Terkait kaburnya eks CEO dan Co Founder Investree yakni Adrian Gunadi, menurut Piter, bukan merupakan kegagalan OJK dalam menjalankan fungsi pengawasan terhadap industri keuangan. “Jadi saya tidak mau mengatakan ini bentuk kegagalan OJK. Tapi ini bentuk pelajaran ya,” ucapnya.

Sebelumnya, pengamat ekonomi dan perbankan, Zulfikar Dachlan menilai kinerja OJK dalam mengawasi industri keuangan cukup lemah. Kasus gagal bayar industri fintech yakni PT Lunaria Annua Teknologi (KoinP2P) dan Investree sudah kuat kuat lemahnya pengawasan OJK yang kini dipimpin Mahendra Siregar.

“Ini jelas masalah serius. Menyangkut duit masyarakat, OJK harus tanggung jawab. Harus dievaluasi kinerja OJK di bawah kepemimpinan Pak Mahendra Siregar,” papar Zulfikar ketika dihubungi Inilah.com, Jakarta, Jumat (20/12/2024).  

Sebagai pemegang kuasa pengawasan terhadap seluruh bisnis industri keuangan baik bank maupun non-bank, menurut Zulfikar, posisi OJK sangatlah strategis. Dalam menjalankan tupoksi pengawasan, OJK tak boleh lalai. Karena dampaknya bisa fatal.

“Apalagi jumlah dana nasabah yang nyemplung ke KoinP2P maupun Investree, tidak sedikit. Bagaimana caranya, OJK harus bisa kembalikan. Ini penting agar seluruh pihak tidak main-main. Reward and punishment harus jalan,” paparnya.

Terkuak dugaan adanya dana besar dari BNI yang mengalir ke KoinP2P, kini tak jelas nasibnya. Pihak manajemen Koin P2P menuding gagal bayar kepada lender atau peminjam senilai Rp365 miliar, karena duitnya dibawa kabur peminjam yakni CEO MTH Corp, Michael Timothy Hardjadinata.

Perkara ini sudah dilaporkan ke Polda Metro Jaya pada Oktober lalu. Diduga, pinjaman pertama senilai Rp330 miliar meluncur ke kantong Michael, menggunakan 279 data KTP palsu. Pinjaman kedua sebesar Rp35 miliar, hingga kini belum dikembalikan.

Kasus ini semakin kusut karena muncul dugaan menyeret Direktur Utama BNI, Royke Tumilaar. Lantaran, anak usaha KoinWorks itu, merupakan mitra kerja BNI dalam penyaluran pinjaman untuk pelaku UMKM.

Sampai saat ini, belum jelas keberadaan Michael yang sudah menggarong duit Rp365 miliar. Sama halnya dengan Adrian Asharyanto Gunadi, bekas CEO Investree yang masuk daftar pencarian orang (DPO).

Setidaknya ada 16 pemberi pinjaman atau lender yang menggugat Investree karena gagal bayar ke Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan pada Desember 2023. Kerugian yang harus ditanggung para lender itu bisa puluhan atau ratusan miliar.