Filipina Senin (23/12/2024) mengumumkan rencana untuk membeli sistem rudal Typhon Amerika Serikat sebagai bagian dari upaya mengamankan kepentingan maritimnya. Rencana ini tentu saja membuat China meradang dan memperingatkan tentang potensi perlombaan senjata regional.
Angkatan Darat AS mengerahkan sistem rudal jarak menengah di Filipina utara awal tahun ini untuk latihan militer gabungan tahunan dengan sekutu lamanya. AS kemudian memutuskan untuk meninggalkan sistem rudal itu di sana meskipun ada kritik dari Beijing bahwa hal itu mengganggu stabilitas Asia.
Kepala Angkatan Darat Filipina Letnan Jenderal Roy Galido mengatakan dalam konferensi pers bahwa sistem rudal tersebut akan diperoleh melihat kelayakan dan fungsinya dalam konsep implementasi pertahanan kepulauannya.
“Saya dengan senang hati melaporkan kepada saudara-saudara senegara kita bahwa tentara Anda sedang mengembangkan kemampuan ini demi kepentingan melindungi kedaulatan kita,” katanya, tanpa menyebutkan total biaya untuk memperoleh sistem rudal tersebut.
Kehadiran peluncur rudal AS itu telah membuat marah Beijing. Kedua angkatan laut China dan Filipina beserta pasukan penjaga pantainya telah terlibat dalam peningkatan konfrontasi dalam beberapa bulan terakhir atas sengketa terumbu karang dan perairan di Laut Cina Selatan. Beijing mengklaim hampir seluruh Laut Cina Selatan meskipun ada keputusan internasional yang menyatakan pernyataannya tidak memiliki dasar hukum.
Manila dan Washington, sekutu perjanjian lama, telah memperdalam kerja sama pertahanan mereka sejak Presiden Filipina Ferdinand Marcos menjabat pada 2022 dan mulai menolak klaim Beijing atas Laut Cina Selatan.
China dengan cepat mengutuk keputusan untuk memperoleh sistem tersebut sebagai tindakan yang provokatif serta berbahaya dan memperingatkan bahwa tindakan tersebut berisiko memicu perlombaan senjata. “Ini adalah pilihan yang sangat tidak bertanggung jawab bagi sejarah rakyatnya sendiri dan rakyat Asia Tenggara, serta bagi keamanan regional,” kata juru bicara Kementerian Luar Negeri Mao Ning Senin (23/12/2024).
“Kawasan ini membutuhkan perdamaian dan kesejahteraan, bukan rudal dan konfrontasi,” imbuhnya, seraya mendesak Manila untuk memperbaiki praktik-praktik salahnya sesegera mungkin.
Roy Galido memaparkan, sesuai aturan sebenarnya dibutuhkan setidaknya dua tahun atau lebih bagi militer Filipina untuk memperoleh sistem persenjataan baru dimulai sejak tahap perencanaan. Butuh waktu lima tahun bagi Manila untuk menerima pengiriman rudal jelajah BrahMos tahun lalu, tambahnya.
Peluncur rudal Typhon berkemampuan jarak menengah berbasis darat, yang dikembangkan perusahaan AS Lockheed Martin untuk Angkatan Darat AS, memiliki jangkauan 480 km, meskipun versi jangkauan yang lebih jauh sedang dalam pengembangan.
Galido mengatakan sistem Typhon akan memungkinkan angkatan darat untuk “memproyeksikan kekuatan” hingga sejauh 370 km, yang merupakan batas hak maritim negara kepulauan tersebut berdasarkan Konvensi Hukum Laut Perserikatan Bangsa-Bangsa. “Anda harus memperhatikan fakta bahwa pada jarak 200 mil laut tidak ada daratan di sana dan tentara tidak dapat pergi ke sana,” katanya.
Platform Typhon “akan melindungi aset terapung kami”, katanya, merujuk pada kapal angkatan laut Filipina, penjaga pantai, dan kapal lainnya.
Menteri Pertahanan Tiongkok Dong Jun memperingatkan pada bulan Juni bahwa pengerahan Typhon sangat merusak keamanan dan stabilitas regional.
Namun Galido menepis kritik terhadap sistem Typhon di Filipina. “Kita tidak perlu terganggu dengan rasa tidak aman yang ditunjukkan orang lain, karena kita tidak punya rencana untuk melangkah keluar dari kepentingan negara kita,” katanya.