Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) resmi mengumumkan Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto sebagai tersangka dalam kasus eks Caleg PDIP Harun Masiku. Tangan kanan Ketum Megawati Soekarnoputri itu dijerat dua pasal tindak pidana korupsi (Tipikor), yakni dugaan pemberian suap dan perintangan penyidikan.
Ketua KPK Setyo Budiyanto mengatakan, Hasto turut mendanai pemberian suap kepada eks Komisioner KPU Wahyu Setiawan sebagaimana dakwaan sebelumnya SGD 57.350 (sekitar Rp 600 juta). Uang ini agar Harun Masiku lolos proses pergantian antarwaktu (PAW) anggota DPR periode 2019-2024.
“Saudara HK bekerja sama dengn saudara Harun Masiku dan Saeful Bahri dan saudara DTI melakukan upaya penyuapan kepada Wahyu Setiawan dan Agustinus Tio,” kata Setyo ketika jumpa pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Selasa (24/12/2024).
Kemudian, Hasto juga diduga merintangi penyidikan ketika tim penyelidik berusaha menangkap Harun Masiku ketika Operasi Tangkap Tangan (OTT) Januari 2020 lalu. “Saudara HK memerintahkan Harun Masiku untuk merendam HP-nya ke air agar tidak terdeteksi dari kejaran KPK,” ucap Setyo.
Penetapan ini awalnya diketahui bocornya surat pemberitahuan dimulainya penyidikan (SPDP). Ada dua surat perintah penyidikan atau sprindik terhadap Hasto. Pertama, Hasto dijerat sebagai tersangka kasus suap berdasarkan Sprindik nomor Sprin.Dik/153/DIK.00/01/12/2024 tanggal 23 Desember 2024.
Kedua, Hasto dijerat sebagai tersangka merintangi penyidikan berdasarkan Sprindik nomor Sprin.Dik/152/DIK.00/01/12/2024 tanggal 23 Desember 2024. Penetapan Hasto sebagai tersangka dilakukan setelah ekspose perkara. Ekspos itu dilakukan pada 20 Desember 2024 atau setelah pimpinan baru KPK mengucapkan sumpah jabatan di hadapan Presiden Prabowo Subianto.
Kasus ini bermula saat Nazarudin Kiemas, caleg PDIP dari Dapil Sumatera Selatan I, meninggal dunia. KPU mengalihkan suara Nazarudin kepada caleg PDIP lainnya, Riezky Aprilia. Namun, pleno PDIP menginginkan Harun Masiku menggantikan Nazarudin. PDIP bahkan mengajukan fatwa ke Mahkamah Agung (MA) dan menyurati KPU, meskipun KPU tetap melantik Riezky.
Uang suap diduga diberikan kepada Wahyu Setiawan untuk mengubah keputusan KPU tersebut. KPK kemudian melakukan Operasi Tangkap Tangan (OTT) pada 8 Januari 2020, menangkap delapan orang, termasuk Harun Masiku dan Wahyu Setiawan. Wahyu didakwa menerima suap sebesar SGD 57.350 (sekitar Rp 600 juta) dari Harun melalui kader PDIP, Saeful Bahri.
Pernah Disebut dalam Persidangan
Dalam dakwaan terhadap Saeful Bahri, Hasto disebut memerintahkan penasihat hukum PDIP, Donny Tri Istiqomah, untuk menyurati KPU agar meloloskan Harun sebagai anggota DPR lewat jalur PAW. “Hasto Kristiyanto selaku Sekjen PDIP meminta Donny Tri Istiqomah selaku penasihat hukum PDIP untuk mengajukan surat permohonan ke KPU RI,” demikian tertulis dalam dakwaan yang dibacakan jaksa KPK pada 2 April 2020.
Hasto diduga memberikan Rp400 juta kepada Saeful melalui Donny untuk memperlancar proses tersebut. Selain itu, Saeful melaporkan penerimaan uang dari Harun kepada Wahyu kepada Hasto.
Saeful Bahri juga mengaku berkomunikasi dengan Hasto melalui WhatsApp pada 16 Desember 2019 terkait uang untuk Wahyu Setiawan. Dalam percakapan itu, Hasto disebut menginformasikan bahwa terdapat uang Rp600 juta, dengan Rp200 juta di antaranya digunakan untuk uang muka program “penghijauan”.
“Kebetulan saat itu partai punya program penghijauan, kemudian Pak Hasto menugaskan saya di situ,” ujar Saeful dalam persidangan tahun 2020.
Dalam persidangan lain, Donny Tri Istiqomah mengakui pernah meminta Saeful bertemu dengan Riezky Aprilia di Singapura untuk membujuknya mundur sebagai anggota DPR agar posisinya digantikan oleh Harun Masiku. “Inisiatif saya, saya minta beliau menemui Bu Riezky untuk mencari titik temu,” kata Donny. Namun, ia berdalih langkah tersebut tidak disetujui oleh Hasto karena dinilai melanggar hukum.