PDIP mencla-mencle soal PPN 12 persen. Sempat garang mengkritik kebijakan tersebut dan tak mau dianggap berkontribusi, kini banteng moncong putih berubah sikap. Ketua DPP PDIP Said Abdullah menyatakan pihaknya mendukung kebijakan PPN 12 persen.
Said menjelaskan pada pembahasan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2025, pemerintah dan DPR juga menyepakati target pendapatan negara dengan asumsi pemberlakuan PPN 12 persen untuk mendukung berbagai program strategis Presiden Prabowo Subianto.
“Seperti Quick Win yang akan didanai dalam program Makan Bergizi Gratis yang membutuhkan dana sekitar Rp71 triliun, Pemeriksaan Kesehatan Gratis Rp3,2 triliun, Pembangunan Rumah Sakit Lengkap di Daerah Rp1,8 triliun, pemeriksaan penyakit menular (TBC) Rp8 triliun, Renovasi Sekolah Rp20 triliun, Sekolah Unggulan Terintegrasi Rp2 triliun, dan Lumbung Pangan Nasional, Daerah dan Desa Rp15 triliun, serta swasembada beras,” kata Said dalam keterangannya, Jakarta, Selasa (24/12/2024).
Bahkan tanpa ragu, PDIP turut mengklaim bahwa program-program di atas sesungguhnya sejalan dengan agenda PDI Perjuangan untuk meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM), serta mendorong program kesehatan yang inklusif. Atas dasar itu, kata Said, PDIP berkomitmen untuk mengawal dan mengamankan demi suksesnya Program Quick Win di atas melalui dukungan terhadap APBN 2025.
Said juga mengatakan kenaikan PPN menjadi 12 persen merupakan amanat dari Undang-undang No 7 tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) yang berlaku sejak 2021. Ia pun menegaskan baik pemerintah dan DPR RI telah merencanakan kebijakan ini dari jauh hari. “Kenaikan PPN sesungguhnya bukan peristiwa yang datang seketika,” ucapnya.
Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPR RI ini menjelaskan, sebelum 1 April 2022 tarif PPN berlaku 10 persen, namun setelah Undang-undang No 7 tahun 2021 berlaku maka diatur pemberlakuan kenaikan tarif PPN menjadi 11 persen per 1 April 2022. Selanjutnya pada 1 Januari 2025 tarif PPN menjadi naik 12 persen.
“Namun pemerintah diberikan ruang diskresi untuk menurunkan PPN pada batas bawah di level 5 persen dan batas atas 15 persen bila dipandang perlu, mempertimbangkan kondisi perekonomian nasional,” ucapnya.
Di sisi lain, dia juga menyatakan UU No 7 tahun 2021 Bab IV pasal 7 ayat 1 huruf b telah diatur bahwa pemberlakukan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 12 persen paling lambat 1 Januari 2025. Atas dasar ketentuan ini, pemerintah dan DPR sepakat untuk memasukkan asumsi tambahan penerimaan perpajakan dari pemberlakuan PPN 12 ke dalam target pendapatan negara pada APBN 2025.
“Selanjutnya APBN 2025 telah diundangkan melalui Undang-undang No 62 tahun 2024. Undang-undang ini disepakati oleh seluruh Fraksi di DPR, dan hanya Fraksi PKS DPR RI yang memberikan persetujuan dengan catatan. Dengan demikian pemberlakukan PPN 12 persen berkekuatan hukum,” kata dia.
Diketahui, beberapa waktu terakhir PDIP terus mencoba meyakinkan publik bahwa banteng moncong putih masih berpihak dengan wong cilik, tak mau disalahkan atas kontribusinya di DPR menelurkan UU HPP yang menyebabkan PPN naik jadi 12 persen.
Politikus PDIP Guntur Romli, lewat cuitannya di X (Twitter) mengunggah surat presiden (Surpres) yang dikeluarkan oleh Presiden ke-7 RI, Joko Widodo, pada 5 Mei 2021. Surpres Nomor R-21/Pres/05/2021 tersebut mengusulkan pembahasan revisi Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan kepada DPR. Usulan ini bertujuan untuk mendapatkan persetujuan dalam sidang DPR dengan prioritas utama.
“Berikut buktinya, surat dari Presiden Joko Widodo & draft RUUnya,” tulis Guntur melalui akun X @GunRomli, dikutip di Jakarta, Selasa (24/12/2024).
Dalam Surpres itu, Jokowi meminta RUU KUP dibahas di sidang DPR agar mendapatkan persetujuan dengan prioritas utama. Untuk pembahasan RUU itu, Jokowi mengutus Menteri Keuangan dan Menteri Hukum HAM sebagai wakil pemerintah. Surpres itu dikirim dan diteken Jokowi pada 5 Mei 2021.
Dia juga turut membeberkan kronologi lengkapnya. Menurut Romli, surat yang dikirim Jokowi ditindaklanjuti oleh pimpinan DPR RI dengan menerbitkan surat nomor PW/08529/DPR RI/VI/2021 tanggal 22 Juni 2021.
Kemudian pada 28 Juni 2021, Komisi XI memulai pembahasan Revisi UU KUP bersama Menteri Keuangan dan Menteri Hukum dan HAM dengan agenda membentuk panitia kerja (panja). Komisi XI DPR RI kemudian melanjutkan pendalaman, perumusan, dan sinkronisasi terkait RUU itu.
Dia akui PDIP turut menyetujui regulasi tersebut. Guntur juga membenarkan Ketua Panja RUU HPP merupakan Wakil Ketua Komisi XI DPR RI dari fraksi PDI-P, Dolfie Othniel Frederic Palit. Tapi dia menolak jika PDIP disebut sebagai inisiator.
“Kalau dibilang PDI Perjuangan ikut menyepakati dan Ketua Panjanya itu benar adanya, tapi kalau dibilang inisiator itu keliru,” tutur dia.
Lebih lanjut dia menjelaskan, kesepakatan PPN 12 persen bisa diubah menyesuaikan kondisi ekonomi saat ini. Dia menyinggung Pasal 7 ayat (3) & (4) yang menyebutkan bahwa PPN 12 persen bisa diturunkan hingga 5 persen. “Masih ada kemungkinan perubahan sampai turun 5 persen, mekanisme perubahan di tangan Pemerintah,” ucap Guntur.
Diketahui, pemerintah resmi menaikkan tarif PPN dari 11 persen menjadi 12 persen pada 1 Januari 2025 mendatang. Dasar kenaikan PPN ini adalah UU tentang HPP. Kenaikan PPN ini menuai kritik dari kalangan masyarakat yang menilai kebijakan tersebut dapat memberatkan ekonomi masyarakat.