Magomed Magomedkerimov: Dari Lereng Agvali ke Puncak Dunia MMA


Magomed—Muhammad kalau di-Indonesiakan– tumbuh di antara pegunungan Kaukasus yang menjulang megah namun buas. Desa Agvali, dengan hanya beberapa ratus penduduk, menawarkan kehidupan yang keras tapi  penuh tradisi. “Di sini, Anda tidak hanya belajar berjalan, Anda belajar bertahan,” katanya suatu kali dengan senyum kecil. Setiap hari adalah latihan tanpa sadar: membawa kayu bakar, membantu di ladang, atau berlari di lereng berbatu yang membentuk tubuh penuh daya tahan.

Darah mengucur dari pelipis Sadibou Sy, membasahi matras, saat Magomed Magomedkerimov dengan teknik guillotine choke yang ketat mengunci lehernya hingga nyaris mustahil terlepas. Tubuh Sy terperangkap jeratan kaki Magomed, tak mampu bergerak untuk meloloskan diri. Nyaris semaput kehabisan nafas, dalam hitungan detik Sy menepuk paha Magomed dengan putus asa—sebuah pengakuan kekalahan untuk kedua kalinya di tahun yang sama. Pada 24 November 2023 malam itu, pada pertarungan bertajuk “Magomedkerimov vs Sadibou Sy 2”, putra Dagestan itu memastikan diri sebagai raja Kelas Welter PFL untuk kedua kali, membuktikan kepada dunia bahwa dia adalah ancaman yang nyata di jagat Mixed Martial Arts (MMA).

Dalam duel yang hanya berlangsung tiga ronde itu, Magomed mengakhiri perlawanan Sy pada menit ke 1:17. Masih setengah permainan dari lima ronde kejuaraan sebagaimana umumnya. Fakta itu pun sebuah pernyataan tegas lain,  bahwa Magomed adalah salah satu petarung paling dominan di dunia Mixed Martial Arts (MMA) saat ini.

Namun, perjalanan menuju titik itu bukanlah sesuatu yang mudah. Untuk memahami Magomed, kita harus kembali ke awal, ke sebuah desa kecil bernama Agvali di Dagestan, tempat ia dilahirkan pada 10 Januari 1990.

Masa Kecil di Pegunungan Dagestan

Magomed—Muhammad kalau di-Indonesiakan– tumbuh di antara pegunungan Kaukasus yang menjulang megah namun buas. Desa Agvali, dengan hanya beberapa ratus penduduk, menawarkan kehidupan yang keras tapi  penuh tradisi. “Di sini, Anda tidak hanya belajar berjalan, Anda belajar bertahan,” katanya suatu kali dengan senyum kecil. Setiap hari adalah latihan tanpa sadar: membawa kayu bakar, membantu di ladang, atau berlari di lereng berbatu yang membentuk tubuh penuh daya tahan.

Di Dagestan, seni bertarung lebih dari sekadar hobi; itu adalah tradisi. Di rumah, cerita tentang pejuang legendaris menjadi dongeng pengantar tidur, sementara di ladang, gulat gaya bebas adalah hiburan sore. Magomed kecil menyerap tradisi ini dengan penuh semangat. “Kami tidak punya apa-apa selain niat untuk menjadi lebih kuat,” dia mengenang. Bermain gulat di atas tanah keras tanpa matras atau pelatih professional, mengajarkan Magomed nilai dari kerja keras dan ketekunan.

Namun, ia ingin lebih. Saat teman-temannya bermimpi menjadi pegulat lokal, Magomed bercita-cita untuk melampaui batas pegunungan desanya. Momen penentu datang ketika ia menonton video Fedor Emelianenko, legenda MMA Rusia, melawan petarung Amerika. “Saya ingin menjadi seperti dia,” ujar Magomed.

Dari Semacam “FPOK” Menuju Karier Profesional

Pada usia 17 tahun, Magomed meninggalkan desanya untuk pindah ke Makhachkala, ibu kota Dagestan. Keputusan itu berat—meninggalkan keluarga dan kehidupan sederhana di desa untuk menghadapi hiruk-pikuk kota besar. Namun, di sinilah ia menemukan jalannya. Magomed mendaftar di Fakultas Olahraga dan Kepelatihan —semacam FPOK kalau di UPI era IKIP–di Universitas Pedagogis Negeri Dagestan. Selain belajar teori olahraga, ia juga mempelajari pankration, Muay Thai, dan gulat gaya bebas secara intensif.

Tahun 2008 menandai debutnya sebagai petarung profesional MMA. Dalam pertandingan pertama melawan Vitaliy Kalynyuk, Magomed mencetak kemenangan dengan kuncian armbar di ronde pertama. Itu adalah awal dari perjalanan panjang yang penuh tantangan. Ia berkompetisi di berbagai liga kecil seperti ProFC dan M-1, menghadapi lawan-lawan tangguh. Kekalahan dan kemenangan silih berganti, tetapi satu hal yang pasti: semangatnya tidak pernah padam.

Pada 2018, Magomed menemukan panggung globalnya ketika ia bergabung dengan Professional Fighters League (PFL). Dalam musim debutnya, ia mengguncang dunia MMA dengan memenangkan turnamen Kelas Welter dan membawa pulang hadiah 1 juta dolar AS (sekitar Rp 16,18 miliar pada kurs 16.179,5 per dolar AS). Penampilannya tidak hanya membuatnya dikenal, tetapi juga menegaskan keunggulan petarung Dagestan dalam MMA.

“Setiap kemenangan adalah hasil dari latihan keras, bukan hanya bakat,” ujar Magomed setelah mengangkat trofi PFL pertamanya. Tetapi, jalannya di PFL tidak selalu mulus. Cedera dan penundaan turnamen membuatnya harus beristirahat lebih lama dari yang diinginkan. Namun, seperti yang ia katakan, “Setiap rintangan adalah peluang untuk belajar.” Pada 2023, ia kembali ke puncak dengan mengalahkan Sadibou Sy, mengamankan gelar PFL keduanya.

Akar Kuat Dagestan

Sebagai petarung Dagestan, Magomed adalah bagian dari komunitas yang mendominasi dunia MMA. Meskipun ia tidak berlatih di American Kickboxing Academy (AKA) seperti Khabib Nurmagomedov, ia sering terhubung dengan sesama petarung Dagestan dan memiliki hubungan dekat dengan mereka. Saat ini, Magomed berlatih di American Top Team (ATT), sebuah gym yang memberinya akses ke fasilitas kelas dunia dan sparring partner berkualitas.

Namun, akar Dagestannya tidak pernah ia lupakan. Magomed sering kembali ke pegunungan untuk berlatih, mendapatkan kembali ketenangan mental yang menurutnya hanya bisa ditemukan di sana. “Pegunungan ini adalah rumah saya,” katanya. Latihan di tempat asalnya menjadi pengingat bahwa kerja keras yang ia lakukan selalu untuk membawa kebanggaan bagi komunitas dan keluarganya.

Laiknya para petarung Dagestan, di luar arena, Magomed adalah sosok yang rendah hati. Ia menikah dan memiliki dua putra, yang menjadi motivasi utamanya untuk terus berprestasi. “Saya ingin mereka bangga pada ayahnya, seperti saya bangga pada leluhur saya,” ujarnya. Dalam setiap pertarungan, ia membawa semangat keluarga dan komunitasnya, menjadikannya lebih dari sekadar kompetitor.

Salah satu ciri Magomed juga adalah dedikasinya untuk tetap berhubungan dengan tradisi. Bahkan setelah menjadi juara dunia, ia tetap menjalani latihan sederhana di tempat asalnya. “Latihan di pegunungan tidak hanya tentang fisik, tetapi juga tentang menemukan kekuatan mental,” ujar dia.

Magomed Magomedkerimov kini berdiri sebagai salah satu petarung terbaik di dunia, dengan dua gelar juara kelas welter PFL sebagai bukti. Namun, ia tidak melihat dirinya sebagai orang yang telah selesai. “Setiap hari adalah peluang untuk menjadi lebih baik,” katanya.

Bagi banyak orang, Magomed adalah inspirasi—bukti bahwa dengan kerja keras dan dedikasi, seseorang bisa melampaui batasan apa pun. Berjalan langkah demi Langkah dari desa kecil di Agvali, ia telah membuktikan bahwa keberanian bermimpi besar, ditambah dengan usaha yang gigih, bisa membawa seseorang ke puncak.

Kisahnya adalah pengingat bahwa bahkan dari tempat yang paling sederhana, bisa saja lahir individu-individu yang mampu mengubah dunia. Magomed tidak hanya mewakili Dagestan, tetapi juga harapan bahwa setiap mimpi besar bisa menjadi nyata jika dikejar dengan tekad yang tak tergoyahkan.