Usai Tangkap Tannos, Perlu Dipetakan Negara Lain yang Jadi Tempat Persembunyian Koruptor


Pemerintah diminta petakan negara tempat persembunyian koruptor lain usai sukses melakukan ektradisi dengan Singapura dalam penangkapan buronan kasus korupsi e-KTP Paulus Tannos.

Mantan penyidik KPK yang sempat menangani kasus korupsi e-KTP, Yudi Purnomo Harahap, menyebut penangkapan buronan Paulus Tannos di Singapura sebagai langkah awal yang baik dalam upaya pemberantasan korupsi di Indonesia. Menurutnya, ini menjadi bukti efektivitas perjanjian ekstradisi antara Indonesia dan Singapura yang diteken pada 2022.

“Tentu ini merupakan awal yang baik ya dalam usaha Indonesia memberantas korupsi, terutama untuk mengejar koruptor yang lari ke luar negeri, dalam hal ini Singapura. Di mana kita sudah ada perjanjian ekstradisi ya dengan Singapura,” kata Yudi melalui keterangan tertulis kepada wartawan, Sabtu (25/1/2025).

Yudi menjelaskan, dengan adanya komitmen dari Singapura untuk menegakkan perjanjian ekstradisi ini, koruptor yang selama ini menjadikan negara tersebut sebagai tempat pelarian akan berpikir dua kali. “Singapura sudah tegas ya dan berkomitmen terkait dengan ekstradisi yang telah ditandatangani dengan Indonesia,” lanjutnya.

Ia berharap, dengan tertangkapnya Tannos, penanganan kasus korupsi e-KTP bisa segera diselesaikan. Selain itu, Yudi menilai bahwa penangkapan ini menunjukkan keseriusan pimpinan KPK periode baru Setyo Budiyanto Cs dalam menyelesaikan pekerjaan rumah yang ditinggalkan oleh pimpinan sebelumnya Firli Bahuri Cs.

“Yang paling penting adalah ini merupakan salah satu bentuk keseriusan dari pimpinan periode yang baru ini ya. Kita harap mereka juga mempunyai kontribusi dan prestasi dalam pemberantasan korupsi,” tegas Yudi.

Namun, ia juga mengingatkan bahwa penjahat kerah putih mungkin akan mencari tempat pelarian baru di negara-negara yang belum memiliki perjanjian ekstradisi dengan Indonesia. Karena itu, ia mendesak pemerintah untuk segera memetakan negara-negara potensial yang berpotensi menjadi tujuan buronan koruptor.

“Ke depannya koruptor akan mencari negara-negara lain yang belum mempunyai perjanjian ekstradisi dengan Indonesia. Sehingga, di situ, perlu bagi pemerintah untuk segera merealisasikan negara-negara mana yang potensial dijadikan pelarian bagi para koruptor,” pungkasnya.

Paulus Tannos Tertangkap

Buronan kasus korupsi pengadaan e-KTP, Paulus Tannos alias Thian Po Tjhin, ditangkap oleh Corrupt Practices Investigation Bureau (CPIB) di Singapura pada 17 Januari 2025. Saat ini, Paulus Tannos ditahan di Changi Prison setelah Pengadilan Singapura mengabulkan permintaan penahanan sementara.

Penahanan tersebut merupakan bagian dari mekanisme Perjanjian Ekstradisi RI-Singapura. Pihak KPK, Kementerian Hukum dan HAM, Polri, serta Kejaksaan Agung telah memulai proses pemenuhan dokumen untuk memulangkan Tannos ke Indonesia.

Pada 13 Agustus 2019, KPK menetapkan empat tersangka baru dalam pengembangan kasus korupsi e-KTP, yakni Direktur Utama PT Sandipala Arthaputra Paulus Tannos, Direktur Utama Perum Percetakan Negara RI (PNRI) Isnu Edhi Wijaya, anggota DPR RI periode 2014–2019 Miryam S. Haryani, dan mantan Ketua Tim Teknis Teknologi Informasi Penerapan KTP elektronik Husni Fahmi

Kasus ini diduga merugikan negara hingga Rp2,3 triliun. Namun, Paulus Tannos sempat melarikan diri ke luar negeri dengan mengganti nama dan menggunakan paspor negara lain sebelum akhirnya tertangkap.