Gerakan Boikot Berhasil, Israel Duduki Peringkat Terbawah Indeks Merek Global


Gerakan Boikot, Divestasi, Sanksi (BDS) pro-Palestina yang digelar di seluruh dunia tampaknya berhasil. Ini terlihat dari posisi Israel yang menempati peringkat terbawah dalam daftar indeks merek global terkini.

Israel berada di posisi terakhir dalam Nation Brands Index (NBI) 2024 yang diterbitkan baru-baru ini, berdasarkan survei yang dikumpulkan dari 40.000 responden di 70 negara tahun lalu oleh Anholt Nation Brands Index.

Jepang menduduki puncak jajak pendapat yang menilai kekuatan merek suatu negara berdasarkan enam indikator yakni tata kelola, budaya, orang dan masyarakat, ekspor, imigrasi dan investasi, serta pariwisata.

Tata kelola mengukur persepsi stabilitas politik, transparansi, dan keamanan suatu negara. Budaya menilai warisan, seni, dan olahraga suatu negara. Orang dan masyarakat menilai keramahan, keterbukaan, dan kemampuan kerja global.

Ekspor berfokus pada inovasi teknologi, kualitas produk, dan pengaruh ekonomi. Imigrasi dan investasi mengkaji lingkungan bisnis suatu negara, daya tarik untuk relokasi, dan potensi investasi asing. Pariwisata mempertimbangkan daya tarik suatu negara sebagai tujuan wisata, keindahan arsitekturnya, dan keinginan umum responden untuk berkunjung.

Menurut laporan NBI, Israel bersama Rusia, Ukraina, dan Kenya, memiliki kinerja buruk di semua kategori, khususnya di antara responden yang lebih muda, dengan Generasi Z secara mutlak menempatkannya di posisi terbawah.

Media Israel menyalahkan Generasi Z yang menghindari produk buatan Israel. Di antara kelompok usia ini, yang dianggap sebagai orang yang lahir antara 1997 dan 2012, Israel berada di posisi terakhir dalam semua parameter.

Israel juga berada di bawah Palestina, yang mendapat simpati dunia Muslim, China, dan di kalangan generasi muda, kata survei tersebut. Hal ini mengikuti kampanye global oleh BDS bagi konsumen untuk memboikot bisnis dan perusahaan Israel yang terkait dengan Israel. Ini terkait aksi pendudukan Israel terhadap Wilayah Palestina dan Gaza, yang telah menewaskan sedikitnya 61.709 warga Palestina dan mengakibatkan 14.222 orang hilang.

Media Israel menafsirkan hasil jajak pendapat tersebut sebagai hasil kampanye BDS. Sementara Brand IL milik Israel telah meluncurkan upaya perubahan merek senilai $100 juta untuk membalikkan reputasi global negatif perusahaan Israel.

Motti Scherf, pendiri Brands Israel, yang bertujuan untuk mempromosikan bisnis Israel, tampaknya mengakui dampak perang di Gaza terhadap barang dan jasa Israel, yang secara luas dianggap sebagai genosida terhadap rakyat Palestina. “Israel telah kehilangan legitimasinya di komunitas internasional dan telah terlempar ke halaman belakang urusan global,” kata Scherf kepada Globes, surat kabar keuangan Israel.

“Sekarang saatnya mengakui kegagalan diplomasi publik tradisional dan mengadopsi model pencitraan bangsa yang inovatif,” tambahnya. Tahun lalu, aktivis pro-Palestina meluncurkan Indeks Semangka, sebuah basis data langsung yang mengungkap lebih dari 400 perusahaan Inggris yang diduga terkait dengan perang Israel di Gaza dan pendudukan wilayah Palestina.