Kejaksaan Agung (Kejagung) didesak untuk menelusuri aliran dana dugaan korupsi yang melibatkan makelar kasus di Mahkamah Agung (MA), Zarof Ricar, ke sejumlah pihak termasuk juga ke keluarganya.
“Terkait aliran dana ke keluarga atau siapa pun perlu ditelusuri,” kata Pakar Hukum Pidana dari Universitas Bung Karno, Hudi Yusuf, ketika dihubungi Inilah.com, Rabu (12/2/2025).
Menurut Hudi, siapa pun yang menerima aliran dana hasil korupsi Zarof harus dijerat hukum melalui pasal Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU). Hudi menaruh curiga adanya sejumlah aset yang diduga dari hasil korupsi disamarkan Zarof.
“Mereka itu pelaku aktif atau pasif (yang hanya menikmati), namun keduanya tetap mendapat hukuman,” ucapnya.
Istri Zarof Ricar Diperiksa
Sebelumnya, Kejagung telah memeriksa anak dan istri Zarof Ricar pada Senin (23/12/2024). Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Harli Siregar, mengatakan bahwa pemeriksaan dilakukan oleh Tim Jaksa Penyidik pada Direktorat Penyidikan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus).
“Kejagung memeriksa dua orang saksi, yakni DA selaku istri tersangka ZR, dan RBP selaku anak tersangka ZR,” kata Harli dalam keterangan resmi.
Pemeriksaan ini terkait dengan kasus pemufakatan jahat dalam tindak pidana korupsi suap atau gratifikasi dalam penanganan perkara terpidana Ronald Tannur pada tahun 2023–2024.
Sementara itu, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejagung mendakwa Zarof Ricar menerima gratifikasi berupa uang tunai senilai Rp915 miliar dan emas seberat 51 kilogram selama periode 2012–2022.
“Perbuatan Zarof dianggap sebagai penerimaan suap yang berhubungan dengan jabatannya dan berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya, yaitu mempengaruhi putusan dalam perkara tertentu,” ujar Jaksa Nurachman Adikusumo saat membacakan surat dakwaan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (10/2/2025).
JPU merinci gratifikasi yang diterima Zarof mencakup berbagai mata uang asing, antara lain 71,07 juta dolar Singapura, 1,39 juta dolar AS, dan 46.200 euro. Selain itu, ditemukan logam mulia jenis Fine Gold 999.9 seberat 46,9 kilogram serta sejumlah dokumen terkait transaksi emas.
Selama menjabat di MA, Zarof menduduki berbagai posisi strategis yang memberinya akses luas ke hakim agung. Pada 2017 hingga 2022, ia menjabat sebagai Kepala Badan Penelitian, Pengembangan, Pendidikan, dan Pelatihan Hukum dan Peradilan MA.
“Dari sini, terdakwa memfasilitasi pihak yang sedang berperkara dengan maksud supaya memengaruhi hakim dalam menjatuhkan putusan sesuai dengan permintaan para pihak berperkara sehingga terdakwa menerima suap,” ungkap JPU.
Kasus gratifikasi ini berawal dari dugaan suap dalam vonis bebas terpidana pembunuhan Ronald Tannur di tingkat kasasi. Zarof didakwa melakukan pemufakatan jahat berupa perbantuan dalam pemberian suap senilai Rp5 miliar untuk memengaruhi putusan kasasi yang menguatkan putusan PN Surabaya Nomor 454/Pid.B/2024/PN.Sby tanggal 24 Juli 2024.
Atas perbuatannya, Zarof disangkakan melanggar Pasal 6 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) dan Pasal 12B juncto Pasal 15 jo. Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001.