Kalau tak ada aral melintang, Presiden Prabowo Subianto bakal meresmikan Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (BPI Danantara) pada 24 Februari 2025. Badan anyar ini akan mengelola aset 7 BUMN kakap, senilai Rp14.715 triliun.
Holding ini diharapkan mampu meningkatkan efisiensi dan daya saing ekonomi nasional, mirip Temasek Holdings di Singapura. Tapi hati-hati, jangan sampai terjadi BLBI jilid II. “Ingat, potensi risiko bisa muncul, terutama jika melihat pengalaman buruk skandal Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) yang menimbulkan krisis ekonomi 1998,” papar pengamat hukum dan pembangunan, Hardjuno Wiwoho, Jakarta, Rabu (19/2/2025).
Meski pembentukan BPI Danantara membawa harapan baru bagi pengelolaan aset negara, kata Hardjuno, namun pengalaman traumatis BLBI menunjukkan, pengawasan ketat harus menjadi prioritas utama.
“Dalam kasus BLBI, kita melihat bagaimana dana negara dapat disalahgunakan akibat lemahnya pengawasan dan intervensi politik yang kuat. Jika BPI Danantara tidak dikelola dengan transparansi dan akuntabilitas tinggi, ada risiko serupa. Apalagi kalau orang-orangnya tidak kapabel,” ujar Hardjuno.
Dalam skema BLBI, lanjutnya, pemerintah mengucurkan dana sebesar Rp144,5 triliun untuk menyelamatkan bank-bank yang terdampak krisis. Sayangnya, dana tersebut banyak yang tidak kembali ke negara, akibat penyalahgunaan oleh para bankir dan konglomerat yang memiliki hubungan dengan penguasa.
Hardjuno menilai, skenario serupa dapat terjadi pada BPI Danantara jika tidak ada mekanisme yang jelas dalam pengelolaan dan pelaporan keuangannya. Temasek Holdings di Singapura dan Khazanah di Malaysia, mengelola aset negara secara transparan dan independen. Efektif mendorong ekonomi nasional.
Namun, jangan lupa pengalaman Malaysia yang sempat tercoreng skandal keuangan 1Malaysia Development Berhad (1MDP) yang menyeret mantan PM Najib Razak.
Di mana, 1MDP merupakan lembaga investasi milik pemerintah Malaysia yang justru menjadi ladang korupsi pejabat yang nilainya mencapai Rp177 triliun.
“Kasus 1MDB menjadi pelajaran bahwa jika ada intervensi politik dan kurangnya pengawasan, holding investasi negara justru bisa menjadi beban ekonomi yang berlarut-larut,” tambahnya.
Untuk memastikan BPI Danantara tidak mengalami nasib seperti BLBI atau 1MDB, Hardjuno merekomendasikan beberapa langkah penting, seperti audit independen oleh lembaga internasional, laporan keuangan yang terbuka untuk publik, serta pemilihan manajemen yang bebas dari kepentingan politik.
“Jika semua langkah ini diterapkan dengan disiplin, Danantara bisa menjadi kekuatan ekonomi yang nyata bagi Indonesia. Namun, jika tidak, kita bisa melihat pengulangan kesalahan yang pernah terjadi,” pungkasnya.