Mendengkur pada Anak Bisa Jadi Sinyal Bahaya, Orang Tua Wajib Waspada


Mendengkur saat tidur sering dianggap hal sepele. Namun, pada anak, kondisi ini bisa menjadi tanda gangguan tidur serius yang berpotensi mengganggu tumbuh kembang mereka.

Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) mengingatkan para orang tua agar lebih waspada jika anak sering mendengkur. Kondisi ini bisa menjadi gejala obstructive sleep apnea (OSA), gangguan tidur akibat penyumbatan saluran napas yang dapat menyebabkan tidur tidak berkualitas.

Anggota Unit Kerja Koordinasi (UKK) Tumbuh Kembang Pediatri Sosial IDAI, dr. Eva Devita Harmoniati, menekankan pentingnya evaluasi medis jika anak kerap mendengkur.

“Anak yang sering mendengkur saat tidur perlu dievaluasi apakah mengalami obstructive sleep apnea. Sebaiknya diperiksakan ke dokter THT untuk melihat kemungkinan pembesaran adenoid, karena kondisi ini sering terjadi dan bisa ditangani,” ujar dr. Eva dalam media briefing daring, Selasa (18/2/2025).

Gangguan tidur akibat OSA tidak hanya berdampak pada kualitas tidur, tetapi juga berisiko menyebabkan masalah kesehatan lain jika tidak ditangani dengan baik.

OSA dan Dampaknya pada Anak

OSA terjadi ketika otot tenggorokan yang rileks menghalangi aliran udara ke paru-paru. Selain itu, ada juga apnea tidur sentral (CSA), kondisi di mana otak gagal mengirim sinyal yang tepat untuk mengendalikan pernapasan.

Secara global, diperkirakan sekitar 1 miliar orang mengalami apnea tidur, dengan OSA memengaruhi 1 hingga 5 persen anak-anak dari berbagai kelompok usia, mulai dari bayi hingga remaja.

Sebelumnya, IDAI mencatat sekitar 25-40 persen anak dan remaja mengalami gangguan tidur, dengan prevalensi lebih tinggi pada anak-anak dengan gangguan perkembangan.

Kualitas Tidur Lebih Penting dari Durasi

Menurut dr. Eva, gangguan tidur tidak hanya berkaitan dengan durasi tidur yang terganggu, tetapi juga kualitas tidur yang tidak optimal.

“Gangguan tidur adalah kondisi yang ditandai dengan gangguan pada jumlah, kualitas, atau durasi tidur. Jadi, tidak hanya durasi yang terganggu, tetapi kualitas tidur yang buruk juga termasuk dalam kategori gangguan tidur,” jelasnya.

Prevalensi gangguan tidur lebih tinggi pada anak-anak dengan kondisi tertentu. Misalnya, pada anak dengan autism spectrum disorder (ASD), gangguan tidur bisa mencapai 40-80 persen. Sementara itu, pada anak dengan attention deficit hyperactivity disorder (ADHD), angka prevalensinya berkisar antara 25-40 persen. Anak-anak dengan disabilitas intelektual juga memiliki risiko tinggi mengalami gangguan tidur, dengan prevalensi sebesar 30-80 persen.

Mengingat dampak serius dari gangguan tidur ini, orang tua disarankan untuk lebih memperhatikan kebiasaan tidur anak dan segera berkonsultasi dengan dokter jika menemukan tanda-tanda yang mencurigakan.