Banyak orang percaya, penderita obesitas sebaiknya tidak berlari karena berisiko cedera.
Namun, menurut dr. Tirta anggapan ini tidak sepenuhnya benar. Lari tetap bisa dilakukan, asalkan ada persiapan yang tepat untuk mengurangi risiko cedera.
“Banyak mitos yang mengatakan orang obes jangan langsung lari. Sebenarnya enggak masalah, asalkan dia melakukan penguatan otot kaki dulu, seperti leg press, deadlift, dan memakai sepatu yang tepat,” ujar dr. Tirta kepada Inilah.com di acara HOKA BONDI 9 EXPERIENCE, Jakarta, Sabtu (22/2/2025).
Ia menjelaskan masalah utama bagi penderita obesitas saat berlari adalah beban tubuh yang berlebih, yang bisa memberi tekanan ekstra pada lutut.
Jika tidak menggunakan sepatu yang sesuai, lutut akan menanggung beban ganda karena terkena hentakan langsung dari permukaan keras seperti aspal.
Karena itu, dr. Tirta menyarankan agar orang dengan obesitas yang ingin berlari memilih sepatu yang tepat, melakukan latihan penguatan otot kaki, serta mengimbangi dengan pola makan yang sehat agar proses penurunan berat badan tetap berjalan optimal.
“Jadi jangan sampai ada anggapan bahwa orang obes tidak boleh lari. Itu adalah mitos yang harus kita bantah,” tegasnya.
Sebelumnya, dr. Tirta juga membagikan tips olahraga sehat selama bulan Ramadan agar tetap fit tanpa membahayakan kesehatan.
Menurut sosok yang juga merupakan Health Practitioner and Sports Enthusiast itu, yang paling penting adalah menjaga keseimbangan antara ibadah dan olahraga.
“Dalam menyambut puasa Ramadan kan niat kita yang pertama adalah beribadah, mengumpulkan amanah sebaik-baiknya jadi yang benar adalah jangan sampai olahraganya ngambil ibadah malah nomor dua,” kata dr. Tirta.
Kapan Waktu Terbaik untuk Berolahraga Saat Puasa?
Tirta menyebutkan beberapa waktu yang direkomendasikan untuk berolahraga selama Ramadan. Pertama, sebelum berbuka puasa, sekitar dua jam sebelum Magrib.
Waktu ini cocok bagi yang ingin menurunkan berat badan atau melakukan cutting, karena tubuh berada dalam kondisi kadar gula rendah.
“Sehingga bisa adaptasi buat ketika kadar gula darah tubuh lagi rendah-rendahnya,” ungkapnya.
Selain itu, setelah sahur juga menjadi waktu yang baik untuk melakukan olehraga. Hal ini bisa dilakukan jika tubuh sudah terbiasa.
Namun, dr. Tirta mengingatkan agar tidak berlebihan, karena bisa menyebabkan kelelahan dan berisiko batal puasa.
Berikutnya saat malam atau usai tarawih. Menurut dr. Tirta, olahraga setelah tarawih bisa dilakukan di gym atau tempat olahraga lainnya yang mendukung latihan dengan intensitas yang lebih terkontrol.
Ini adalah pilihan paling aman dan optimal selama bulan Ramadan, karena tubuh sudah mendapatkan asupan energi dari berbuka puasa.
“Itu yang paling proper sebenarnya untuk bulan Ramadan. Jangan lupa untuk penuhi kebutuhan cairan sih, karena rata-rata masalah utamanya dehidrasi,” tegasnya.
Selain memperhatikan waktu olahraga, pola makan saat berbuka puasa juga perlu dijaga agar tubuh tetap fit selama Ramadan.
Menurut dr. Tirta, konsumsi protein tetap harus dalam jumlah normal, sementara asupan karbohidrat sebaiknya dibatasi.
“Jadi ketika berbuka sarannya jangan langsung makan berat, tetapi usahakan batalkan dulu dengan air mineral. Misalkan air mineral atau air putih itu sekitar 300 ml dan kurma tiga biji, bisa dengan alpukat, apel, pisang,” tuturnya.