Peringatan untuk Para Tiran


Sedikit peringatan untuk para tiran: memelihara monster untuk meneror mereka yang berani melawan tidak akan menghilangkan perlawanan. Melarang lagu tidak akan membuat orang berhenti bernyanyi, meskipun Anda terus mengirimkan monster untuk memukuli. Monster itu akan menjadi parasit bagi Anda sendiri, menelan Anda suatu hari nanti. Sejarah berulang-ulang mengajarkan kita hal ini, dan para penguasa yang benci membaca terus dikutuk untuk melupakannya.

Nero, Kaisar Romawi yang menjadikan kota Roma lautan api, dipaksa bunuh diri oleh para pengawal utama kekuasaannya sendiri. Praetorian Guard, yang fungsi aslinya semacam Paspampres, dibesarkan menjadi alat pukul kekuasaan yang maha dahsyat. Para pengawal praetoria menjadi mesin politik yang berfungsi untuk membungkam kritik dan menghabisi potensi oposisi, bahkan membunuhnya jika perlu. 

Di bawah kepemimpinan Prefek Tigellinus, Praetorian Guard menjadi institusi yang sangat berkuasa, kejam, dan brutal. Mereka juga ikut serta, bahkan menyelenggarakan pesta-pesta tak bermoral yang digemari Sang Kaisar, seperti orgi maksiat yang terkenal di tepian Sungai Agrippa.

Namun, kekejaman itu tidak pernah berhasil memadamkan ketidakpuasan. Semakin kejam represi yang dilakukan, semakin rapuh kekuasaan itu. Tidak hanya rakyat biasa atau oposisi yang takut menjadi korban persekusi sang tiran yang semakin paranoid. Orang-orang dekatnya pun khawatir tiba-tiba dituduh sebagai dalang konspirasi. Akibatnya, dukungan politik pada Nero semakin menyusut.

Saat perlawanan semakin tak terbendung, monster yang dibesarkannya itu berkhianat dan menelan tuannya sendiri. Tigellinus, bersama rekannya sesama Praetoria, Nymphidius Sabinus, menjadi aktor penting yang menghadirkan keadaan yang memaksa Kaisar Nero untuk bunuh diri. Nero akhirnya tumbang dengan menusukkan belati ke lehernya sendiri. Tigellinus sendiri segera mendapatkan Kaisar baru untuk dilayani (Ottley, 2009). 

Dengan oportunismenya, Tigellinus membawa pasukan Praetoria menyatakan loyalitas pada Kaisar baru, Kaisar Galba. Sayangnya, kali ini Tigellinus salah perhitungan. Galba hanya bertahan 6 bulan. Penguasa yang menggantikannya, Kaisar Otho, memerintahkan Tigellinus dieksekusi. Menyusul Nero, yang ditopang sekaligus dikhianatinya, Tigellinus juga memilih bunuh diri.

Kalau kekuasaan Nero di abad pertama penanggalan Gregorian terasa terlalu lama, pelajaran dari Joseph Stalin (1878-1953), diktator Soviet di abad ke-20, mungkin terasa lebih dekat. Stalin mengambil kekuasaan di Uni Soviet setelah kematian Vladimir Lenin pada tahun 1924 dengan menyingkirkan para pahlawan Bolshevik Tua dan rival-rivalnya. Trotsky, tokoh yang turut membangun Tentara Merah pada saat kaum Bolshevik menghadapi kekuatan-kekuatan reaksioner, harus melarikan diri sebelum dieksekusi (meskipun ia pun akhirnya terbunuh di pengasingan).

Seiring dengan pelaksanaan rencana pembangunan lima tahun sebagai perwujudan ide Stalin tentang “Sosialisme dalam Satu Negara” yang menghadirkan kolektivisasi pertanian yang agresif dan berakibat pada kelaparan besar seperti Bencana Kelaparan Holodomor di Ukraina (1932-1933), ketidakpuasan terhadap Stalin semakin meningkat. Namun, Stalin justru meresponsnya dengan memperkuat NKVD (Narodnyy Komissariat Vnutrennikh Del, Komisariat Rakyat untuk Urusan Dalam Negeri) sebagai polisi rahasia. 

Polisi rahasia ini bergerak dengan membangun cerita tentang hantu bernama “pilar kelima yang berisi teroris dan mata-mata.” Tokoh-tokoh partai komunis yang berbeda pendapat dengan Stalin dituduh tidak setia pada ideologi negara dan sedang menyiapkan pemberontakan terhadap Stalin. Trotsky bahkan diburu sampai ke Meksiko. Selama 1936-1938, konon 700.000-1,2 juta orang tewas akibat Pembersihan Besar (“The Great Purge”) yang dilakukan oleh Stalin dengan menggunakan NKVD ini.

Namun, seperti kisah Nero, terdapat dugaan yang sangat kuat bahwa kekuatan penopang utama kekuasaan Stalin ini justru mengakhiri hidupnya. Meskipun secara resmi ia dilaporkan meninggal karena stroke, penelitian sejarah memperkuat dugaan bahwa ia justru dibunuh oleh lingkaran dalamnya sendiri. 

Kepala polisi rahasia dan Menteri Dalam Negeri Uni Soviet, Lavrenti Beria, diduga mencampurkan warfarin, zat kimia tanpa rasa yang baru dipatenkan tahun 1950 dan tersedia di Rusia sebagai pengencer darah untuk pasien penyakit kardiovaskular dan kemudian untuk racun tikus. Catatan medis dari dokter yang melakukan otopsi terhadap tubuh Stalin, meskipun menyatakan Stalin meninggal karena sebab alami, yaitu stroke, meninggalkan catatan-catatan yang menunjukkan gejala medis yang tidak biasa. 

Pendarahan akibat hipertensi bisa memunculkan stroke sebagaimana dialami oleh Stalin, tapi tidak biasanya disertai dengan pendarahan gastrointestinal dan renal. Hal ini memperkuat dugaan bahwa Beria, yang takut ia juga akan disingkirkan oleh Stalin, mendahului membunuh sang diktator Soviet (Faria, 2011).

Selepas meninggalnya Stalin, Beria naik menjadi Deputi Perdana Menteri Uni Soviet dan konon disebut-sebut sebagai penguasa yang sebenarnya di balik Perdana Menteri Malenkov. Namun, persaingan politiknya dengan Sekretaris Partai Komunis, Nikita Kruschev, berujung pada berakhirnya riwayat Beria. Ia akhirnya ditangkap dengan tuduhan sebagai mata-mata asing, tuduhan yang dahulu sering digunakan NKVD di bawah Beria untuk menghabisi musuh politik Stalin. Saat akan dieksekusi, ia memohon untuk diampuni, namun akhirnya peluru dari Jenderal Pavel Batitsky mengakhiri hidupnya.

Demikianlah, tuan-tuan Tiran atau yang sedang tergoda dengan keinginan untuk menjadi Tiran. Menjadi Tiran itu tidak enak. Nyanyian orang saja membuat hati kita bergolak dan ingin misuh-misuh. Kekuasaan yang tidak terkendali itu justru mengendalikan pemiliknya, membuat mereka selalu merasa takut. Karena mereka selalu merasa takut, mereka akan membesarkan monster untuk menakut-nakuti orang lain. Monster yang dibesarkannya kelak akan memakannya sendiri.

Sejarah telah memberikan pelajarannya kepada kita semua. Kita dapat memahaminya kalau rajin membaca. Kalau tidak rajin membaca, mau jadi apa?