Pengamat Ekonomi Energi dan Pertambangan UGM, Fahmy Radhi menyatakan bila tertinggalnya PT Pertamina (Persero) dari perusahaan asal Malaysia, Petronas, dikarenakan minimnya campur tangan kalangan profesional dalam pengelolaan, terlalu bergantung dan dikendalikan pemerintah.
“Di awal, Petronas itu mengejar Pertamina, tapi dalam perkembangannya, Pertamina selalu tertinggal dari beberapa indikator misalnya. Mengapa seperti itu? Ada perbedaan yang cukup signifikan antara Pertamina dengan Petronas. Petronas di awal diberikan kebebasan dalam pengelolaan secara profesional tanpa ada intervensi dari pemerintah, baik dalam pengaturan saham maupun dalam permodalan. Bahkan (modalnya) suruh cari sendiri,” tutur Fahmy kepada Inilah.com saat dihubungi di Jakarta, Sabtu (1/3/2025).
Fahmy juga menyoroti ketentuan pembagian dividen. Padahal uang tersebut jika dikelola dengan baik akan bisa mengembangkan Pertamina. Sebagaimana sudah dilakukan Petronas selama ini.
“Kalau Petronas dia bebas untuk penanganan, apakah akan dibagi dalam bentuk dividen atau akan diinvestasikan. Nah Petronas memilih diinvestasikan sehingga dia berkembang sangat pesat di Malaysia maupun di luar negeri,” ungkap dia.
Ia menilai banyaknya kasus-kasus yang ada di internal Pertamina, akibat perusahaan pelat merah tersebut hanya dimanfaatkan bak sapi perah. Fahmy bahkan menyatakan bila Pertamina terus dikelola dengan cara seperti ini, maka jangan heran bila suatu saat nanti akan mengalami kebangkrutan.
Bahkan Pertamina itu sampai sekarang dijadikan sapi perah. Saya kira kalau pengelolaan seperti ini secara terus-menerus, maka menurut saya akan bangkrut dan sejak zaman orde baru, sejak zaman Ibnu Sutowo itu dengan pola yang sama hampir bangkrut. Nah kalau ini terjadi terus-menerus, maka pada saatnya akan bangkrut,” jelasnya.
Tak hanya itu, lanjut Fahmy, kini orang yang mengisi jabatan direksi utama (dirut) maupun komisaris utama (komut), juga harus mendapatkan endorse dari partai.
“Sekarang Dirut maupun komutnya semuanya dari partai, nah ni saya kira sulit untuk profesional kalau dari partai tadi, ada conflict of interest, kepentingan partai dengan kepentingan Pertamina,” tegas Fahmy.
Oleh karena itu, ia menekankan bila Pertamina ingin dapat bersaing dengan Petronas, maka internalnya pun lebih baik dikelola oleh kalangan profesional.
“Akan lebih baik (Pertamina diurus oleh kalangan profesional), karena perusahaan apapun tidak akan bisa profesional, kalau ada intervensi apakah politik atau bahkan intervensi negara gitu ya. Selama masih ada intervensi, sulit bagi Pertamina untuk bisa profesional. Akhirnya ya hanya menjadi bancakan untuk berbagai kelompok,” tandasnya.
Asal tahu saja, per Februari 2024, cadangan minyak bumi di Indonesia sebesar 4,7 miliar barel sementara cadangan minyak Malaysia sebesar 2,7 miliar barel. Akan tetapi, laba bersih PT Pertamina (Persero) per Oktober 2024 sebesar Rp42,35 triliun. kalah jauh dari laba bersih Petroliam Nasional Bhd alias Petronas sebesar 55,1 miliar ringgit atau setara Rp203,5 triliun.
Kedua perusahaan ini kembali dibandingkan usai mencuat skandal dugaan korupsi minyak mentah. Sebelumnya, Pertamina dan Petronas juga sempat dibanding-bandingkan, medio Agustus 2022. Kala itu Menteri BUMN Erick Thohir memberikan pembelaan.
Salah satu yang digarisbawahi berkenaan konsumsi domestik yang lebih besar, menyebabkan Pertamina harus mengimpor minyak mentah. Sebaliknya, Malaysia dengan konsumsi yang lebih kecil memungkinkan Petronas untuk tetap menjadi net eksportir migas.