Banjir Bandang dan Urgensi Pembangunan Sabo Dam


Ancaman banjir bandang mengintai berbagai daerah di tanah air. Namun, mitigasi belum optimal akibat keterbatasan pengetahuan dan kapasitas pemerintah daerah. Selain itu, masih kurangnya infrastruktur Sabo Dam di daerah aliran sungai (DAS) menyebabkan upaya reduksi risiko bencana semakin mengkhawatirkan.

Ketika bencana datang dan menelan banyak korban jiwa serta kerugian harta benda, barulah semua pihak tersentak. Sabo Dam dibangun dengan tujuan pencegahan dan pengendalian debris, yakni aliran air bah yang disertai dengan batuan dan material lainnya. Infrastruktur Sabo Dam juga perlu dilengkapi dengan teknologi pengendalian aliran debris yang ramah lingkungan serta minim dampak terhadap perubahan morfologi sungai.

Selama ini, fokus Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) dalam membangun dan merehabilitasi Sabo Dam lebih banyak ditujukan untuk mengantisipasi banjir lahar dingin dari gunung berapi, seperti yang telah banyak dibangun di kawasan sekitar Gunung Merapi. Kementerian PUPR belum banyak membangun Sabo Dam di daerah aliran sungai yang rawan longsor.

Pola pengendalian aliran lahar dengan Sabo Dam memiliki fungsi yang berbeda di tiap daerah. Kawasan gunung berapi berdasarkan pengendalian lahar dibedakan menjadi empat macam, yaitu daerah pengendapan lahar, daerah transportasi lahar, daerah sumber material lahar, dan daerah puncak gunung. Sebagai catatan, hingga kini terdapat 264 bangunan Sabo Dam di Gunung Merapi dengan berbagai tipe yang berbeda.

Kementerian PUPR, khususnya Balai Sabo, perlu bersinergi dengan pemerintah daerah dan perguruan tinggi dalam melakukan penelitian dan pengembangan Sabo Dam guna mereduksi risiko bencana. Tidak hanya terbatas untuk pengendalian sedimentasi vulkanik, perlu juga dilakukan penelitian dan solusi konkret untuk mengatasi sedimentasi di daerah nonvulkanik, seperti permasalahan erosi dan tanah longsor.

Diperlukan rekayasa teknologi flexible ring net atau ring net barriers yang dapat diproduksi di dalam negeri dengan bahan baku lokal sehingga tidak didominasi oleh komponen impor.

Untuk mereduksi risiko bencana hidrometeorologi, perlu diproduksi komponen ring net barriers secara lokal. Monitoring curah hujan yang dipadukan dengan teknologi flexible ring net dapat mengurangi daya rusak banjir bandang. Dari peta geospasial, dapat diketahui beberapa lokasi dengan kontur tanah rendah yang berpotensi menjadi jalur banjir bandang.

Oleh karena itu, perlu dipasang flexible ring net di beberapa titik strategis. Penentuan lokasi pemasangan harus melalui analisis dan simulasi kejadian banjir, dengan melibatkan berbagai lembaga pemerintah serta partisipasi masyarakat.

Aliran banjir bandang biasanya melewati cekungan lereng dan aliran sungai yang sudah terbentuk sebelumnya. Namun, karena debit air yang sangat besar dan disertai dengan debris (batu, tanah, dan kayu), aliran ini memiliki momentum yang besar dan merusak segala sesuatu di depannya.

Ketika bencana terjadi, batu-batu besar yang sebelumnya tertimbun dapat menggelinding dan terbawa arus banjir, menyebabkan kehancuran yang lebih luas. Kawasan dengan tutupan lahan dan hutan yang rusak parah perlu segera melakukan mitigasi dengan pemasangan flexible ring net di beberapa titik strategis.

Konstruksi flexible ring net terdiri dari serangkaian gelang baja berdiameter 20 hingga 30 cm yang disusun menjadi jaring fleksibel. Struktur ini dirancang untuk menahan material berukuran sedang hingga besar yang terbawa aliran banjir bandang.

Pemasangan flexible ring net perlu dilakukan secara bertingkat di sepanjang aliran sungai dan celah-celah yang berpotensi menjadi jalur banjir bandang. Penentuan lokasi pemasangan memerlukan analisis gaya impact serta data spasial dan aspek geologi.

Krisis Infrastruktur Tanggul Sungai

Musim penghujan sering kali ditandai dengan jebolnya tanggul sungai, yang menyebabkan banjir besar. Inspeksi tanggul sungai harus dilakukan secara berkala untuk memastikan kondisinya mampu menahan tekanan aliran sungai yang meningkat drastis.

Kawasan yang telah dipasang flexible ring net akan lebih terlindungi dari gempuran debris, tetapi kondisi tanggul sepanjang DAS saat ini masih banyak yang rusak. Tidak hanya tanggul DAS, kerusakan juga banyak terjadi pada tanggul saluran irigasi, yang ironisnya sering dibiarkan dalam kondisi buruk hingga puncak musim hujan tiba.

Menurut Undang-Undang No. 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air, pembangunan sarana dan prasarana sumber daya air harus berpedoman pada norma, standar, pedoman, dan manual (NSPM).

Implikasi dari UU ini adalah bahwa semua tanggul sungai harus diperiksa secara berkala, terutama pada musim hujan. Jika ditemukan tanggul yang mengalami kerusakan, harus segera dilakukan survei dan pengukuran untuk menilai tingkat kerusakan sebelum dilakukan perbaikan.

Kasus tanggul jebol yang menyebabkan banjir parah umumnya disebabkan oleh erosi ujung bawah tebing sungai (toe erosion) akibat tekanan aliran air yang tinggi serta aktivitas manusia yang mempercepat kerusakan.

Diperlukan solusi efektif untuk mencegah proses erosi ini, termasuk dengan memilih jenis perlindungan tebing sungai yang sesuai dengan kondisi alam serta proporsi teknis pengerjaannya.

Solusi Cepat dan Teknologi Penanganan Tanggul Jebol

Dibutuhkan mekanisme pengamanan sungai yang cepat dan tepat untuk menghadapi kondisi darurat selama puncak musim hujan. Respons tanggul jebol harus dilakukan dengan peralatan khusus dan material siap pakai yang mudah dirakit dan digunakan di lapangan.

Mekanisme ini harus menjadi bagian dari crash management project, yang memungkinkan durasi penanganan bencana dapat dipersingkat secara efektif. Salah satu metode yang bisa diterapkan adalah pembangunan konstruksi gabion atau bronjong, yang bersifat tepat guna dan siap pakai.

Dalam kondisi darurat, diperlukan teknologi bantalan gabion yang dapat dengan cepat diikatkan ke dasar sungai untuk mencegah erosi. Selain itu, dalam kasus banjir perkotaan akibat tanggul jebol, teknologi turap atau bulkhead yang fleksibel dan mudah dirakit harus segera diterapkan untuk mengendalikan laju air.

Ancaman banjir bandang dan tanggul jebol semakin mengkhawatirkan di tengah perubahan iklim dan kondisi sungai yang semakin terdegradasi. Oleh karena itu, pembangunan Sabo Dam dan teknologi flexible ring net menjadi solusi yang mendesak untuk mitigasi bencana.

Kementerian PUPR, pemerintah daerah, serta perguruan tinggi perlu bekerja sama dalam riset dan implementasi teknologi pengendalian sedimentasi dan erosi, baik di daerah vulkanik maupun nonvulkanik.

Selain itu, perlu ada mekanisme respons cepat untuk menangani kasus tanggul jebol, termasuk penggunaan gabion, bronjong, dan bulkhead fleksibel.

Dengan perencanaan yang matang dan implementasi teknologi yang tepat, risiko bencana hidrometeorologi dapat dikurangi secara signifikan, sehingga masyarakat dapat hidup lebih aman dan infrastruktur tetap terjaga.