Kepala Badan Pelaksana (CEO) BPI Danantara Rosan Perkasa Roeslani merespons keraguan publik, utamanya kekhawatiran Danantara gagal investasi. Dia menjelaskan, pihaknya akan menetapkan parameter ketat dalam berinvestiasi.
Adapun parameter yang dimaksud, di antaranya, menciptakan lapangan kerja, mengurangi impor, meningkatkan daya saing, memiliki nilai tambah, dan sejalan dengan asas kehati-hatian (prudent).
“Yang paling penting, investasi kita ini punya dampak positif ke depannya terhadap anak, cucu kita. Nah, itu juga menjadi salah satu pegangan. Jadi, kami bilang Danantara itu, we invest for the future,” kata Rosan menjawab pertanyaan wartawan saat jumpa pers di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Rabu (5/3) malam.
Rosan belum dapat menyebutkan proyek-proyek yang dibidik Danantara, karena semuanya masih dikaji baik oleh komite investasi, maupun oleh tim pelaksana dari level operasi dan investasi.
“Jadi, ini akan dianalisis oleh tim Komite Investasi kami, baik yang di level operasi, baik yang di level investasi, maupun yang di level BP Danantara. Jadi, ini benar-benar akan dilakukan semuanya secara profesional,” kata Rosan
Dia melanjutkan kajian mendalam itu dibutuhkan sehingga setiap keputusan untuk berinvestasi itu telah melewati serangkaian pertimbangan dan analisis mendalam baik dari segi risiko, legal, administrasi, maupun dari segi daya saing dan pertimbangan atas permintaan-penawaran/demand-supply ke depan.
Diketahui, sebanyak 47 BUMN bakal dikelola oleh Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (BPI Danantara). Pengamat hukum dan pembangunan Hardjuno Wiwoho mengingatkan potensi korupsi sistemik terhadap mandat mengelola aset yang begitu besar.
“Kata kuncinya kelemahan dalam tata kelola aset negara berpotensi menjadi ladang korupsi sistemik yang merugikan rakyat dalam skala besar,” ucap Hardjuno dalam keterangan tertulis di Jakarta, Sabtu (1/3/2025).
Hardjuno mengatakan, terlibatnya sejumlah politisi ataupun orang-orang dekat lingkar kekuasaan, juga menimbulkan potensi konflik kepentingan dalam pengelolaan Danantara. Oleh karena itu, perlu pula peran aktif penegak hukum dalam menghadirkan skema pencegahan yang komprehensif.
“Jangan sampai Danantara jatuh ke tangan para politisi yang hanya mencari keuntungan pribadi. Negara harus menyerahkannya kepada profesional yang memiliki rekam jejak bersih dan berintegritas, dengan audit profesional yang melibatkan akademisi serta pakar independen,” ucap Hardjuno.
Dia mengajak masyarakat untuk ikut mengawasi pengelolaan aset negara. Sementara, Danantara diingatkan untuk transparan dan memberikan akses seluas-luasnya bagi publik untuk cegah potensi penyimpangan.
“Akademisi, jurnalis investigatif, dan organisasi masyarakat sipil harus dilibatkan dalam upaya transparansi ini,” tutur dia.