Kasus dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang di lingkungan Pertamina diyakini melibatkan banyak pihak. Pimpinan Komisi III DPR yang membidangi urusan penegakan hukum mendesak Kejaksaan Agung agar mengusut tuntas kasus besar yang menggegerkan publik itu.
“Ini harus tegas dan tuntas, seperti saat Kejagung mengusut kasus-kasus kakap lainnya, semua tersangka harus diseret dan bertanggung jawab,” kata Wakil Ketua Komisi III DPR Ahmad Sahroni di Jakarta, Jumat (7/3/2025).
Sahroni mempertanyakan selama lima tahun uang korupsi Pertamina mengalir ke mana saja dan siapa saja pihak-pihak yang menikmati uang tersebut.
“Harus diungkap. Karena ini benar-benar korupsi besar yang pastinya melibatkan banyak pihak, dari hulu ke hilir,” ujar Sahroni menekankan.
Ia kembali menegaskan, pengusutan kasus ini harus dilakukan hingga tuntas dan menjerat seluruh pelaku yang terlibat karena kerugian yang ditimbulkan dari kasus dugaan korupsi itu hampir mencapai Rp1 kuadriliun.
“Sisa umur hidup para tersangka pun tidak akan cukup untuk menebus semua kerugian dan dampak yang ditimbulkan,” kata politikus Partai NasDem ini.
Sedangkan, Wakil Ketua Komisi XII DPR Bambang Haryadi berharap agar penegakan hukum kasus korupsi Pertamina tidak ada campur tangan politik di dalamnya.
“Biarkan penegak hukum bekerja mengusut sampai tuntas, jangan ada campur tangan politik di sini,” kata Bambang dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Jumat (7/3/2025).
Untuk itu, pihaknya tidak mempunyai rencana untuk menarik ke ranah politik kasus tersebut dengan membentuk panitia khusus (pansus) di komisi yang membidangi energi, sumber daya mineral (ESDM), lingkungan hidup, dan investasi itu.
“Tidak ada wacana pansus, kami percaya profesionalisme Kejaksaan Agung. Kami tidak masuk di ranah hukum, hukum silakan ditegakkan setegak-tegaknya,” tegas Bambang.
Ia percaya dengan kinerja Kejagung dalam mengusut kasus tersebut, sehingga menyerahkan penegakan hukum kepada Kejagung dan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang digandeng untuk menghitung kerugian negara dalam kasus tersebut.
“Kami mendukung dan kami menyerahkan kepada jaksa dan BPK,” tuturnya.
Adapun penyidik Kejagung saat ini tengah menyidiki kasus dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang pada PT Pertamina Subholding dan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) tahun 2018–2023.
Kejagung menyebut kerugian negara akibat kasus ini pada tahun 2023 adalah senilai Rp193,7 triliun. Jumlah tersebut baru merupakan perkiraan penyidik dengan ahli.
Kerugian tersebut terdiri atas lima komponen, yaitu kerugian ekspor minyak mentah dalam negeri sekitar Rp35 triliun, kerugian impor minyak mentah melalui broker sekitar Rp2,7 triliun, kerugian impor BBM melalui broker sekitar Rp9 triliun, kerugian pemberian kompensasi tahun 2023 sekitar Rp126 triliun, dan kerugian pemberian subsidi tahun 2023 sekitar Rp21 triliun.