Tim penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memeriksa mantan Kepala Kantor Wilayah (Kakanwil) Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Jakarta Khusus, Muhammad Haniv (MH), terkait dugaan penerimaan gratifikasi dari sejumlah wajib pajak (WP).
“Didalami terkait gratifikasi yang diterima oleh yang bersangkutan (Haniv),” kata Juru Bicara KPK, Tessa Mahardhika, melalui keterangan tertulis kepada wartawan, Sabtu (8/3/2025).
Pemeriksaan terhadap Haniv dilakukan pada Jumat (7/3/2025) kemarin. Namun, Tessa enggan mengungkapkan jumlah gratifikasi yang didalami serta pihak pemberinya, dengan alasan substansi penyidikan akan diungkap dalam persidangan nanti.
Sebelumnya, Haniv terlihat keluar dari Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, sekitar pukul 13.16 WIB. Saat dimintai keterangan oleh awak media mengenai materi pemeriksaan, ia memilih bungkam dan langsung meninggalkan lokasi dengan menggunakan taksi.
KPK telah menetapkan Muhammad Haniv sebagai tersangka dalam kasus dugaan penerimaan gratifikasi sebesar Rp21,5 miliar sejak Rabu (12/2/2025).
“Pada 12 Februari 2025, KPK menetapkan tersangka HNV selaku PNS pada Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan Republik Indonesia atas dugaan tindak pidana korupsi berupa penerimaan gratifikasi oleh pegawai negeri atau penyelenggara negara,” ujar Direktur Penyidikan KPK, Asep Guntur Rahayu, di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Selasa (25/2/2025).
Asep menjelaskan bahwa gratifikasi tersebut diduga diterima Haniv dalam rentang waktu 2015—2018, saat ia menjabat sebagai Kepala Kanwil DJP Jakarta Khusus.
Haniv diduga memanfaatkan jabatannya serta jejaring yang dimilikinya untuk mencari sponsor demi kepentingan bisnis anaknya. Ia disebut mengirimkan surel berisi permintaan bantuan modal kepada sejumlah pengusaha yang merupakan wajib pajak.
Penyidik menduga Haniv menerima gratifikasi sebesar Rp804 juta untuk mendukung bisnis peragaan busana anaknya. Selain itu, selama menjabat, ia juga diduga menerima uang senilai belasan miliar rupiah yang asal-usulnya tidak dapat dijelaskan.
“HNV diduga melakukan tindak pidana korupsi berupa penerimaan gratifikasi untuk fashion show sebesar Rp804 juta, penerimaan lain dalam bentuk valuta asing sebesar Rp6.665.006.000, serta penempatan dalam deposito BPR senilai Rp14.088.834.634. Sehingga total penerimaan setidaknya mencapai Rp21.560.840.634 (Rp21,5 miliar),” kata Asep.
Atas perbuatannya, Haniv dijerat dengan Pasal 12B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001.