Media Asing Soroti Capres Manfaatkan Kekuatan Musik untuk Meraih Dukungan

Para Capres mulai memanfaatkan kekuatan musik untuk meraih dukungan publik. Grup musik yang memiliki basis penggemar yang besar dan loyal menjadi corong sekaligus magnet politik yang besar. Namun efektifitasnya terhadap pilihan publik masih belum bisa dipastikan. 

Pada hari yang sangat panas di kota Medan, para penggemar Slank, melepas kaus mereka dan saling mengangkat bahu untuk melihat lebih dekat aksi salah satu band rock paling terkenal di Indonesia itu. “Jangan lupa sebarkan virus perdamaian ke seluruh Indonesia” teriak pentolan sekaligus vokalis Slank, Akhadi Wira Satriaji atau lebih akrab disapa Kaka kepada ribuan warga yang turun ke Istana Maimun, istana Kesultanan Deli, untuk tampil keren menyaksikan band favorit mereka.

Penonton, yang dikenal sebagai “Slankers”, bersorak dan berfoto selfie dengan idola mereka, saat Kaka berjongkok di dekat tepi panggung, berjabat tangan dan beradu kepalan tangan dengan para penggemar yang tengah bergembira. Namun meski suasananya sangat menarik, Slank tidak datang ke Medan di pulau Sumatra bagian barat Indonesia, hanya untuk menampilkan pertunjukan seni saja.

Fenomena ikut andilnya grup musik lokal besar ini mendapat sorotan media asing yang berbasis di Qatar, Al Jazeera. Dalam laporannya ia mengangkat tradisi calon presiden dan wakil presiden mengikutsertakan musisi populer dalam kampanyenya untuk mendongkrak elektabilitasnya. 

“Elite politik dan partai politik sebenarnya sudah lama memanfaatkan artis untuk mendapatkan dukungan atau suara,” kata Hikmawan “Indra” Saefullah, pemain gitar di band indie Indonesia Alone at Last dari tahun 2002 hingga 2013 dan merupakan pengajar bahasa Indonesia di Universitas New England, mengutip Al Jazeera.

“Efektif atau tidaknya agak sulit diukur kecuali mau menunggu sampai hasil pemilu keluar. Meski begitu, sulit untuk mengetahui secara pasti apakah kemenangan seorang kandidat merupakan hasil suara dari penggemar artis pendukungnya atau bukan. Karena pemungutan suara itu rahasia. Jadi siapa yang tahu?”

Perpaduan Sempurna Politik dan Seni

Pertunjukan Slank ini diselenggarakan bersamaan dengan kunjungan calon presiden dan mantan gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo, dan pasangannya Mahfud MD, mantan menteri koordinator politik, hukum, dan keamanan ke kota tersebut.

Bagi sebagian pendukung, konser tersebut merupakan perpaduan sempurna antara musik dan politik. Johnny dan Dian, keduanya pekerja konstruksi, mengatakan kepada Al Jazeera bahwa mereka adalah Slanker seumur hidup dan pendukung setia Ganjar. “Kami menyukai lagu-lagu mereka karena mudah didengarkan dan dipahami, serta menarik bagi anak muda,” kata Johnny, 30 tahun. “Slank juga sering datang ke Medan untuk tampil dan kami juga pergi menemui mereka.”

Dian, juga berusia 30 tahun, menambahkan bahwa dia menyukai Slank karena mereka “bernyanyi dari hati”. Dia juga akan memilih Ganjar dan partainya, Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P), karena Slank mendukung mereka.

Bagi Dian, band dan kandidatnya merupakan pasangan yang cocok. Dia mencatat Slank tertarik pada keadilan sosial, sedangkan PDI-P, sebuah partai nasionalis sekuler, secara tradisional berafiliasi dengan kepentingan dan hak-hak pekerja di seluruh Indonesia. “Ganjar akan bekerja untuk rakyat dan melakukan perubahan untuk masyarakat Indonesia. Dia lebih mendukung pekerja akar rumput dibandingkan kandidat lainnya,” kata Dian.

Slank didirikan pada tahun 1983 oleh sekelompok remaja saat itu di Jakarta dan mengambil namanya dari istilah “slange’an” yang berarti “orang bebas” dalam bahasa Betawi, bahasa suku Betawi di ibu kota.

Slank juga telah lama dikenal karena banyak lagu-lagunya yang bersifat politis dan memberikan dukungannya kepada Presiden Indonesia saat ini Joko Widodo, yang dikenal sebagai Jokowi, ketika ia mencalonkan diri sebagai presiden pada tahun 2014 dan 2019 dari PDI-P.

Kini, setelah Ganjar menjadi calon presiden dari PDI-P, Slank pun mendukungnya jelang pemilihan presiden pada 14 Februari mendatang. “Mereka ingin membangun persepsi di masyarakat bahwa mereka akan tertinggal atau ‘tidak keren’ jika tidak mendukung PDI-P dan Ganjar [dengan mengatakan], ‘Lihat, Slank dukung dia, kenapa tidak semua orang? lagi?’” kata Hikmawan tentang aliansi tersebut.

Turut hadir dalam konser tersebut adalah pedagang pasar Ratna, 34 tahun, dan Lisa, 28 tahun, yang mengatakan bahwa mereka datang ke acara tersebut untuk mendukung Ganjar yang mereka puji sebagai “calon intelektual”.

Di antara janji-janji pemilunya, Ganjar mengatakan akan meningkatkan kehidupan kerja masyarakat Indonesia, termasuk menaikkan gaji, membayar utang petani dan menghilangkan korupsi serta nepotisme yang telah lama mengganggu pasar kerja di Indonesia.

Ia juga berjanji akan mendistribusikan bantuan sosial secara lebih merata dan luas ke seluruh nusantara yang berpenduduk 278 juta jiwa. “Biaya hidup di Indonesia meningkat dan kebutuhan pokok menjadi lebih mahal,” kata Ratna. “Beras dan minyak goreng sekarang lebih mahal, sementara gaji masih rendah. Kami ingin gajinya masuk akal, itulah sebabnya kami mendukung Ganjar.”

Mulia, seorang mahasiswa komunikasi berusia 20 tahun di Universitas Islam Negeri Sumatera Utara, mengatakan kepada Al Jazeera bahwa dia datang ke konser tersebut untuk melihat Slank tetapi dia belum memutuskan siapa yang akan dipilihnya. 

“Mungkin saya akan memilih Ganjar. Sepertinya dia dekat dengan generasi muda dan mungkin bisa berbuat lebih banyak untuk generasi muda Indonesia jika terpilih,” ujarnya. “Itu tergantung bagaimana perasaan saya saat melihatnya. Jika saya menyukainya, maka saya akan memilihnya.”

Ganjar sendiri hanya sempat tampil sebentar di konser tersebut. Ia yang mengenakan kemeja putih melambaikan tangan kepada pendukungnya. Dengan diiringi tarian selamat datang tradisional khas Sumatera, ia berjalan melewati kerumunan dengan kalungan bunga di lehernya, menyapa para pendukung yang berteriak dan menggenggam tangannya serta mengambil foto selfie di ponsel mereka.

Namun, saat Ganjar berdiri di samping Kaka dan bertepuk tangan antusias mengikuti musik, ia tidak berbicara kepada penonton dan segera berangkat ke acara lain bersama pasangannya Mahfud. 

Capres Lain Juga Manfaatkan Musik

Kandidat lain juga berharap kekuatan selebriti bisa diterjemahkan ke dalam suara. Mantan Menteri Pertahanan Prabowo Subianto dan pasangannya Gibran Rakabuming Raka, yang juga putra tertua Jokowi dan walikota Solo saat ini, telah didukung oleh band rock Indonesia Dewa 19.

Sementara itu, Rhoma Irama, yang disebut-sebut sebagai Raja Dangdut Indonesia, memberikan dukungannya kepada mantan Gubernur Jakarta Anies Baswedan dan Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat, Muhaimin Iskandar.

Sekembalinya ke Istana Maimun, Lufti yang berusia 19 tahun dan kelima temannya mengibarkan bendera berlogo Slank, dan mengatakan bahwa mereka adalah pemilih campuran Prabowo dan Anies dan tidak berniat memilih Ganjar. “Kami Slanker garis keras karena lagu-lagu mereka sangat bagus dan enak untuk didengarkan,” kata Lufti.

“Saya tidak akan memilih Ganjar karena Prabowo adalah idola saya,” imbuhnya. “Saya akan selalu memilih Prabowo karena dia telah bersumpah untuk menjaga keamanan negara dan menjaga kepentingan nasional kita.”

Tio yang mengenakan kaos bertema Slank dengan tulisan “Slank U” hadir di konser tersebut bersama istrinya, Cindy. Mereka bilang mereka ke sana “untuk melihat Slank dulu dan Ganjar yang kedua”. “Saya menyukai Slank karena mereka adalah musisi yang kreatif dan menyampaikan pesan perdamaian,” kata pengusaha berusia 20 tahun itu kepada Al Jazeera.

“Mereka membuat lagu untuk rakyat dan selalu mendukung Jokowi saat mencalonkan diri,” kata Tio tentang band favoritnya. Namun dukungan Tio juga menyoroti potensi risiko yang dihadapi politisi ketika mereka mencari dukungan dari band rock.

“Saya pilih Ganjar sekarang karena support Slank,” kata Tio. “Tetapi jika mereka memutuskan untuk mendukung calon lain seperti Prabowo, maka saya akan mengikuti Slank dan mendukung Prabowo juga.”

Sumber: Inilah.com