Bentuk Transparansi, Komjak Minta DPR Publikasi Draf Revisi KUHAP


Ketua Komisi Kejaksaan (Komjak) RI, Pujiyono Suwadi, mendesak Anggota Komisi III DPR untuk mempublikasikan draf revisi Undang-Undang (RUU) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).

“Buka menurut saya rancangan KUHAP yang sekarang di DPR,” kata Pujiyono dalam diskusi Mewujudkan KUHAP yang Selaras dengan KUHP: Tantangan dan Solusi bersama Ikatan Wartawan Hukum (Iwakum) di Kafe Tjikinii Lima, Jakarta Pusat, Sabtu (8/3/2025).

Menurut Pujiyono, DPR, khususnya Komisi III, harus membuka diskusi publik seluas-luasnya terkait draf RUU yang menjadi sorotan negatif di tengah masyarakat. Sebagai keselarasan dengan Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).

“Biar teman-teman wartawan bisa terlibat, civil society bisa terlibat, kaum akademisi bisa terlibat, nah ini. Kemudian bisa memberikan masukan yang positif untuk kalau kita mengibaratkan 70 tahun ke depan, kalau kita lihat KUHP umurnya 70 tahun,” ujar Pujiyono, yang merupakan Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta ini.

Masalah Asas Dominus Litis

Sebelumnya diberitakan, asas dominus litis menjadi perbincangan setelah Kejaksaan Agung (Kejagung) mengusulkan agar konsep tersebut dimasukkan dalam rancangan KUHAP (RKUHAP). Banyak pihak mendorong agar usulan ini ditolak karena dianggap berpotensi merusak tatanan hukum.

Akademisi Universitas Tarumanagara (Untar) Jakarta, Hery Firmansyah, menegaskan bahwa perubahan harus didorong dengan semangat check and balances, yang bermuara pada kesetaraan dalam sistem peradilan pidana.

Ia menekankan bahwa setiap aparat penegak hukum memiliki tugas dan kewenangan masing-masing. Penyidikan merupakan kewenangan kepolisian, penuntutan ada di kejaksaan, sementara pemeriksaan, pengadilan, dan putusan perkara menjadi ranah kehakiman.

“Semuanya bermuara pada satu tujuan, yaitu keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia. Belum ada urgensi penambahan kewenangan pada salah satu aparat penegak hukum. Ini memicu dualisme yang berujung pada ego sektoral,” ujarnya dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Minggu (9/3/2025).

Direktur Rumah Politik Indonesia, Fernando Emas, juga menyatakan bahwa usulan jaksa untuk memasukkan asas dominus litis dalam RKUHAP sebaiknya ditolak. Ia menilai bahwa apabila konsep ini diterapkan, jaksa bisa melakukan intervensi terhadap penanganan perkara karena adanya tumpang-tindih kewenangan.

“Masing-masing lembaga negara atau aparat penegak hukum (APH) sudah diberikan kewenangan masing-masing berdasarkan KUHAP. Yang dibutuhkan hanya pembenahan dan pengaturan lebih jelas mengenai penanganan suatu perkara,” katanya.

Sementara itu, pakar hukum pidana Indah Sri Utari mengkhawatirkan bahwa jika usulan ini diakomodasi, maka besar kemungkinan terjadi penyalahgunaan kewenangan dalam penuntutan, misalnya untuk menargetkan lawan politik atau bisnis.

“Dinilai berisiko mengganggu keseimbangan sistem peradilan pidana di Indonesia,” tuturnya.

Komisi III DPR telah menyetujui usulan revisi KUHAP untuk masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2025.

Usulan tersebut bertujuan untuk membentuk aturan pelaksana dari Kitab KUHP Nasional yang akan berlaku pada 2 Januari 2026.

Setelah masuk dalam Prolegnas, revisi KUHAP direncanakan mulai dibahas pada 2025 guna mengejar keselarasan dengan implementasi KUHP Nasional.