Pengamat Kritisi Danantara, Dari Pengawasan hingga Struktur Jabatan


Pengamat BUMN, Achmad Yunus mengatakan, ide mengubah BUMN menjadi superholding bukan gagasan baru. Sejak era kepemimpinan Jokowi, wacana ini sudah muncul untuk menggeser pendekatan birokrasi menjadi lebih korporatif. Selama ini, BUMN berada di bawah kementerian yang cenderung terjebak dalam regulasi administratif yang kompleks. Dengan transformasi ini, BUMN diharapkan dapat bergerak lebih lincah dan fokus pada penciptaan nilai bisnis.

“BUMN harus dikelola secara profesional, bukan sebagai organ pemerintahan yang rentan terhadap kepentingan politik. Dengan menjadi superholding, maka BUMN akan berfungsi sebagai organ negara yang bekerja untuk kepentingan bisnis negara,” ujar Achmad Yunus dalam keterangannya kepada wartawan Inilah.com Ucha Julistian Mone. 

Direktur Eksekutif Sinergi BUMN Institute itu menekankan bahwa selama ini banyak keputusan bisnis BUMN tertahan karena harus melewati berbagai tahap birokrasi. Momentum bisnis yang seharusnya bisa dimanfaatkan kerap hilang. Karena itu, kelahiran Danantara diharapkan bisa menjadi solusi untuk mempercepat pengambilan keputusan strategis.

Namun, tidak semua pihak optimistis terhadap pembentukan Danantara. Salah satu kritik utama adalah struktur kepemimpinan yang masih berkaitan dengan pejabat di pemerintahan. Yunus menyoroti bahwa pengurus Danantara seharusnya tidak rangkap jabatan dengan posisi menteri atau wakil menteri. “Idealnya, pengurus Danantara harus bekerja penuh di sana. Tidak bisa sambil merangkap jabatan di pemerintahan karena fokus mereka akan terpecah,” katanya.

Selain itu, aspek pengawasan juga menjadi sorotan. Dalam undang-undang BUMN terbaru, Danantara tidak dikategorikan sebagai penyelenggara negara, sehingga auditor negara seperti Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) hanya bisa memeriksa perusahaan-perusahaan BUMN itu dalam audit dengan tujuan investigasi khusus atas izin DPR. Keterbatasan audit ini yang membuat peran Dewan Pengawas Danantara semakin krusial.

“Dewan Pengawas harus benar-benar independen dan memiliki kompetensi dalam mengawasi operasional Danantara. Jika ada indikasi fraud atau penyimpangan, mekanisme audit internal harus mampu mendeteksi sejak dini,” ujarnya.

Tak hanya itu, kehadiran Danantara memunculkan pertanyaan akan peran Kementerian BUMN di masa depan. Terdapat penilaian bahwa kelahiran Danantara sebagai imbas dari ketidakmampuan Kementerian BUMN di bawah Erick Thohir dalam mengoptimalkan aset BUMN. 

Yunus berpendapat, ke depan, Kementerian BUMN mungkin hanya akan menangani BUMN yang sedang bermasalah atau dalam kondisi keuangan yang kurang sehat. “Kementerian BUMN bisa berfokus pada restrukturisasi BUMN yang mengalami kesulitan. Sementara itu, BUMN yang sehat dan berorientasi bisnis bisa langsung berada di bawah Danantara untuk dikelola lebih optimal,” paparnya.

Selain itu, ia juga menyarankan agar perusahaan berbentuk Perum (Perusahaan Umum) dikembalikan ke kementerian teknis terkait. Misalnya, Perum Bulog bisa berada di bawah Kementerian Pertanian agar lebih selaras dalam mendukung ketahanan pangan. Sementara, Perum Damri bisa dialihkan ke Kementerian Perhubungan agar lebih optimal dalam layanan transportasi publik.

Meski gagasan Danantara menawarkan banyak potensi, pelaksanaannya masih menghadapi tantangan besar. Salah satunya, kata Yunus, terletak pada resistensi birokrasi, kepastian hukum dalam pengawasan, dan kesiapan sumber daya manusia untuk mengelola perusahaan dengan pendekatan yang lebih korporatif.

Namun, jika dikelola dengan baik dan mendapatkan dukungan regulasi yang jelas, Danantara bisa menjadi tonggak penting dalam transformasi BUMN. “Dengan sistem tata kelola yang lebih baik, transparansi yang ditingkatkan, serta pengelolaan yang berorientasi pada bisnis, diharapkan BUMN dapat lebih berkontribusi pada pertumbuhan ekonomi nasional tanpa terjebak dalam intervensi politik,” ujarnya.

Ke depan, keberhasilan Danantara akan sangat bergantung pada bagaimana struktur organisasinya dibangun dan seberapa independen pengelolaannya dari kepentingan-kepentingan lain. “Dengan langkah yang tepat, bukan tidak mungkin Danantara akan menjadi model pengelolaan perusahaan negara yang lebih modern dan kompetitif di tingkat global,” Yunus menambahkan.

Baca ulasan lengkapnya di Majalah INSIDER Edisi 9 Maret 2025Danantara Proyek Trio Prabowo, SBY, dan Jokowi”.