Celios: AI Bisa Dongkrak Ekonomi Indonesia, Ada 97 Juta Pekerjaan Baru Menanti


Direktur Ekonomi Digital Center of Economics and Law Studies (Celios), Nailul Huda, menilai pemanfaatan kecerdasan buatan (Artificial Intelligence/AI) berpotensi besar dalam mendongkrak perekonomian Indonesia. Menurutnya, tren penggunaan ponsel dan internet yang terus meningkat menunjukkan bahwa pemanfaatan teknologi di masyarakat Indonesia akan semakin masif.

“Penggunaan teknologi semakin masif di Indonesia. Ke depan, AI bukan hanya sekadar enabler, melainkan bisa menjadi pemain penting untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi kita,” ujar Nailul di Jakarta, Senin (11/3) dikutip dari Antara.

Ia menambahkan, AI tidak hanya sebatas ChatGPT atau DeepSeek, melainkan juga sudah merambah berbagai platform lain, seperti pembayaran digital, dan diperkirakan akan terus meningkat pada 2025.

Pengaruh AI di Berbagai Bidang

Nailul menjelaskan bahwa kemampuan AI mempermudah pembuatan iklan di suatu platform, merekomendasikan platform iklan, hingga menyediakan analisis pemasaran. Selain itu, di sektor keuangan, AI digunakan untuk memprediksi kelayakan calon debitur.

“Begitu juga dengan peminjaman, sekarang ini lebih banyak menggunakan AI untuk bisa memprediksi apakah seseorang layak mendapat kredit atau tidak,” jelasnya.

Pemanfaatan AI, misalnya dalam bentuk chatbot, sudah diimplementasikan di sejumlah sektor. Oleh karena itu, Nailul mengusulkan pelatihan SDM agar dapat menggunakan dan beradaptasi dengan AI, yang pada gilirannya akan meningkatkan produktivitas.

Menyiapkan SDM untuk Transisi Pekerjaan

Meski AI dapat menggantikan jutaan tenaga kerja, hal ini sekaligus menciptakan 97 juta lapangan pekerjaan baru, di antaranya di bidang pengolahan data, analisis data, hingga pengembangan pembelajaran mesin.

“AI akan menggantikan beberapa pekerjaan seperti data entry, administratif, akunting, dan lainnya. Tapi ini membuka 97 juta lapangan kerja yang bisa diisi oleh tenaga kerja kita. Kita perlu menyiapkan SDM-SDM yang bisa memenuhi kebutuhan tersebut,” lanjut Nailul.

Dalam data yang dipaparkannya, keamanan menjadi isu terbesar bagi adopsi AI di sektor keuangan, dengan potensi kerentanan mencapai 57 persen. Meskipun demikian, Indonesia telah memiliki regulasi terkait keamanan data, sehingga yang dibutuhkan saat ini adalah realisasi dan implementasi yang optimal.

Nailul juga mengusulkan pemerintah untuk menghadirkan inovasi-inovasi yang mencakup human capital and research, infrastruktur, pengetahuan, dan aspek bisnis, sehingga SDM Indonesia dapat lebih adaptif dalam menyongsong perkembangan teknologi AI.