Beberapa minggu setelah kemenangan Donald Trump dalam pemilu Pemilihan Presiden AS 2024, harga saham Tesla melonjak, mencapai rekor US$479 (Rp7,87 juta) per saham, dan membawa kekayaan bersih Elon Musk ke level yang luar biasa tinggi-melonjak hingga lebih dari US$150 miliar (sekitar Rp2,5 kuadriliun).
Namun, laman CarsCoops, Rabu (12/3/2025), melaporkan bahwa sekarang ini keadaan telah berubah secara dramatis. Sejak pelantikan Trump, saham Tesla telah mengalami penurunan, turun lebih dari 15 persen pada Senin (10/3/2025) saja menjadi US$222 (sekitar Rp3,6 juta), level yang belum pernah terlihat sejak Oktober lalu.
Penurunan terbaru ini menandai kerugian terburuk dalam satu hari bagi Tesla sejak September 2020, dan turun lebih dari 53 persen dari puncak kejayaan di level US$479 (sekitar Rp7,87 juta) pada pertengahan Desember.
Pada saat tulisan ini dipublikasikan, saham tersebut telah turun 2,7 persen lagi dalam perdagangan setelah jam kerja menjadi US$216 (sekitar Rp3,5 juta), meskipun sejak saat itu saham tersebut telah melonjak kembali ke sekitar US$222 (sekitar Rp3,6 juta).
Jumat pekan lalu (7/3/2025), Tesla mencatatkan kerugian minggu ketujuh berturut-turut, menandai kerugian beruntun terpanjang yang pernah dialami perusahaan sejak go public pada tahun 2010.
Kapitalisasi pasarnya telah terpukul secara signifikan, sekarang turun hampir US$800 miliar (sekitar Rp13,2 kuadriliun) dari puncaknya di bulan Desember 2024.
Jelas bahwa para investor tidak terlalu senang dengan keterlibatan mendalam Elon Musk dalam pemerintahan Trump, terutama dalam memimpin Departemen Efisiensi Pemerintah alias DOGE.
Awal pekan ini, Musk mengatakan bahwa ia berencana untuk tetap berada di pemerintahan Trump selama satu tahun lagi. Ketika ditanya bagaimana dia bisa menjalankan bisnis-bisnisnya yang lain, Musk menjawab, “Dengan susah payah.”
Lebih buruk lagi bagi Musk, platform media sosial X (sebelumnya Twitter) terkena serangan siber besar-besaran pada Senin, yang menyebabkan pemadaman listrik. Ini bukan jenis stabilitas yang diharapkan oleh para investor.
Tentu saja, bukan hanya keterlibatan politik Musk yang harus disalahkan atas anjloknya harga saham Tesla. Data dari beberapa pasar utama di seluruh dunia menunjukkan bahwa penjualan menurun dan permintaan untuk mobil listrik merek ini mulai melambat.
Dalam sebuah catatan yang dikeluarkan untuk para klien pada hari Senin kemarin, analis UBS mengatakan bahwa mereka memperkirakan Tesla akan menjual 367 ribu unit kendaraan pada kuartal pertama tahun ini, menurut sebuah laporan dari Yahoo Finance.
Itu akan menjadi penurunan 6 persen dari 386.810 kendaraan yang dikirim pada kuartal I-2024, yang dengan sendirinya menandai penurunan signifikan 9 persen dari 422.875 kendaraan yang dikirim pada kuartal pertama 2023.
Hal ini sebagian disebabkan karena banyak investor tidak melihat Tesla hanya sebagai produsen mobil, tetapi sebagai perusahaan teknologi yang mendorong batas-batas kecerdasan buatan (AI) dengan sistem mengemudi otonom dan robot humanoid.
Jadi, apakah penurunan harga saham ini hanya sementara, atau apakah hari-hari Tesla sebagai raksasa kapitalisasi pasar telah berakhir? Hanya waktu yang bisa menjawabnya, tetapi untuk saat ini, sepertinya perjalanannya sedikit lebih sulit dari sebelumnya.