Hasto Didakwa Rintangi Penyidikan Kasus Harun Masiku


Sekretaris Jenderal (Sekjen) PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto didakwa merintangi penyidikan terhadap bekas calon legislatif (caleg) PDIP, Harun Masiku. Dakwaan tersebut disampaikan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Jumat (14/3/2025).

“Dengan sengaja telah melakukan perbuatan mencegah, merintangi atau menggagalkan secara langsung atau tidak langsung penyidikan terhadap Tersangka Harun Masiku berdasarkan Surat Perintah Penyidikan Nomor Sprin. Dik/07/DIK.00/01/01/2020 tanggal 09 Januari 2020,” kata salah satu Jaksa KPK dalam persidangan.

Jaksa menjelaskan bahwa Hasto memerintahkan Harun Masiku, melalui petugas keamanan PDIP Nurhasan, untuk merendam ponselnya setelah operasi tangkap tangan (OTT) KPK terhadap eks Komisioner KPU Wahyu Setiawan pada 8 Januari 2020. Selain itu, Hasto juga meminta Harun untuk bersembunyi sementara di Kantor DPP PDIP.

“Pada sekitar pukul 18:19 WIB, Terdakwa mendapatkan informasi bahwa Wahyu Setiawan telah diamankan oleh Petugas KPK, kemudian Terdakwa (Hasto) melalui Nurhasan memberikan perintah kepada HARUN MASIKU agar merendam telepon genggam miliknya ke dalam air dan memerintahkan Harun Masiku untuk menunggu (standby) di Kantor DPP PDI Perjuangan dengan tujuan agar keberadaannya tidak bisa diketahui oleh Petugas KPK,” ungkap Jaksa.

Selanjutnya, Jaksa menyebutkan Nurhasan dan Harun bertemu di sekitar Hotel Sofyan Cut Mutia, Jakarta, atas perintah Hasto. Mereka kemudian menuju Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian (PTIK), namun pergerakan mereka terlacak oleh KPK melalui ponsel Nurhasan.

“Pada sekitar pukul 18.35 WIB bertempat di sekitar Hotel Sofyan Cut Mutia Jakarta, Harun Masiku bertemu dengan Nurhasan. Menindaklanjuti perintah Terdakwa (Hasto) dan atas bantuan NURHASAN, pada jam 18.52 WIB telepon genggam milik Harun Masiku tidak aktif dan tidak terlacak. Selanjutnya Petugas KPK memantau keberadaan Harun Masiku melalui update posisi telepon genggam milik NURHASAN yang terpantau pada jam 20.00 WIB bersama dengan HARUN MASIKU berada di Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian (PTIK),” papar Jaksa.

Jaksa juga menyebut bahwa pada saat yang sama, staf Hasto bernama Kusnadi terlihat berada di PTIK. Namun, KPK tidak berhasil menangkap Harun Masiku, yang hingga kini masih buron.

“Pada saat bersamaan Kusnadi selaku orang kepercayaan Terdakwa (Hasto) juga terpantau berada di PTIK. Kemudian Petugas KPK mendatangi PTIK namun tidak berhasil menemukan Harun Masiku,” ucap Jaksa.

Jaksa juga mengungkapkan Hasto memerintahkan Kusnadi untuk menenggelamkan ponselnya saat pemeriksaan pada 6 Juni 2024 di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan. Saat itu, Hasto masih berstatus saksi dalam penyidikan KPK.

Mulanya, kata Jaksa, penyidik menanyakan keberadaan ponsel Hasto di ruang pemeriksaan. Namun, Hasto mengaku tidak memilikinya.

“Pada saat Penyidik KPK menanyakan telepon genggam milik Terdakwa (Hasto), Terdakwa menjawab tidak memiliki telepon genggam,” kata Jaksa.

Namun, penyidik kemudian mendapatkan informasi bahwa ponsel Hasto dititipkan kepada Kusnadi, yang saat itu berada di luar ruang pemeriksaan. Akhirnya, penyidik menyita ponsel Hasto dan Kusnadi, tetapi tidak menemukan ponsel Kusnadi yang diduga berisi informasi terkait Harun Masiku.

“Berdasarkan informasi yang diperoleh Penyidik KPK, diketahui telepon genggam milik Terdakwa (Hasto) dititipkan kepada KUSNADI sehingga Penyidik melakukan penyitaan telepon genggam milik Terdakwa (Hasto) dan Kusnadi, namun Penyidik tidak menemukan telepon genggam milik Kusnadi yang berisi informasi terkait Harun Masiku,” tutur Jaksa.

Atas perbuatannya, Jaksa mendakwa Hasto telah melakukan tindak pidana korupsi berupa perintangan penyidikan sebagaimana diatur dalam Pasal 21 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yang telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001, serta Pasal 65 ayat (1) KUHP.

Selain didakwa merintangi penyidikan, Hasto juga didakwa terlibat dalam pemberian suap kepada eks Komisioner KPU Wahyu Setiawan. Suap tersebut diberikan bersama-sama oleh Advokat PDIP Donny Tri Istiqomah, Kader PDIP Saeful Bahri, dan Harun Masiku melalui eks Anggota Bawaslu Agustiani Tio.

Suap senilai Rp600 juta itu diberikan sebagai bentuk kesepakatan agar Harun Masiku dapat ditetapkan sebagai anggota DPR RI periode 2019-2024 melalui mekanisme Pergantian Antar Waktu (PAW).

Perbuatan Hasto tersebut, menurut Jaksa, merupakan tindak pidana korupsi sebagaimana diatur dalam Pasal 5 Ayat (1) huruf a Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yang telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001, serta Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP Jo. Pasal 64 Ayat (1) KUHP.