Pengadilan Kriminal Internasional (ICC) mengungkapkan bahwa mantan Presiden Filipina Rodrigo Duterte ditahan di sebuah penjara di Scheveningen, sebuah distrik di Kota Den Haag, Belanda.
Mantan sekretaris eksekutif Duterte, Salvador Medialdea, sebelumnya mengeklaim bahwa dia dan pihak Duterte tidak memiliki informasi mengenai keberadaan mantan presiden tersebut.
Sementara, juru bicara ICC Fadi El Abdallah mengatakan kepada wartawan bahwa Duterte ditahan pada Kamis (13/3/2025) setelah menjalani semua pemeriksaan medis, yang menurutnya merupakan prosedur standar bagi semua tersangka yang berada dalam tahanan.
Medialdea, yang bepergian bersama Duterte ke Den Haag, mengeklaim bahwa keberadaan mantan presiden itu sebelumnya tidak diketahui.
Duterte diterbangkan dengan jet carteran ke Den Haag pada Selasa (11/3/2025) untuk menghadapi persidangan setelah dia ditangkap di Bandara Internasional Manila saat tiba dari Hong Kong.
Duterte, yang memimpin Filipina dari 2016 hingga 2022, bisa menjadi mantan kepala negara Asia pertama yang diadili di ICC.
Dalam pernyataan sebelumnya, ICC mengatakan mereka telah menemukan alasan yang masuk akal untuk meyakini bahwa Duterte bertanggung jawab secara individu sebagai pelaku tidak langsung atas kejahatan terhadap kemanusiaan berupa pembunuhan, yang diduga terjadi di Filipina antara November 2011 dan Maret 2019.
Perang terhadap narkoba yang dipimpin Duterte disebut telah menewaskan ribuan pengedar narkoba kecil, pengguna, dan orang lain tanpa proses pengadilan.
Sejumlah pihak memuji langka Duterte yang dianggap telah memberikan efek jera kepada para bandar narkoba. Meski demikian, sejumlah pihak lainnya menuding cara-cara Duterte dalam hal membasmi peredaran narkoba di negaranya itu telah melanggar hak asasi manusia (HAM).