Pengamat pendidikan dari Universitas Negeri Semarang (Unnes), Edi Subkhan heran Universitas Indonesia (UI) yang enggan buka-bukaan terkait bagian mana saja dari disertasi Menteri ESDM Bahlil Lahadalia yang harus direvisi. Sikap ini, kata dia, justru menimbulkan kecurigaan publik.
“Ketika UI tidak mau terbuka terkait permintaan publik yang ingin tahu bagian mana dari disertasinya yang harus diperbaiki, agaknya ada sesuatu yang disembunyikan dan kita tidak tahu itu apa,” ucap Edi kepada Inilah.com saat dihubungi di Jakarta, dikutip Sabtu (15/3/2025).
Dia mendorong agar UI buka-bukaan saja, jangan sampai ada kesan hendak menutupi sebuah fakta dari disertasi Bahlil yang bermasalah. Mengingat, kencangnya dugaan plagiarisme dan rekomendasi Dewan Guru Besar (DGB) UI yang menyebut cara pengambilan data dalam disertasi bermasalah.
“Ini yang saya kira publik inginkan, yakni keterbukaan dan keseriusan UI menangani kasus ini sebagai upaya menjaga muruah akademik. Publik tampaknya ingin berkontribusi dalam menjaga maruah akademik kampus-kampus kita, sebagaimana dorongan publik agar kampus jangan mau tergiur godaan tambang, kasus Bahlil juga demikian,” ujarnya.
Secara terpisah, Dewan Pakar Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G), Rakhmat Hidayat menyoroti menyoroti perbedaan sikap antara Dewan Guru Besar UI dengan pihak Rektorat. Menurutnya, DGB UI cenderung mendukung sanksi tegas untuk Bahlil, sedangkan rektor mengambil keputusan yang lebih lunak.
“Dalam rilisnya disebut keputusan ini kolektif kolegial dari empat organ UI. Tapi sebenarnya, decision maker-nya ada di rektor, karena eksekusinya tetap di tangan dia,” tegasnya kepada Inilah.com, Jumat (14/3/2025).
Lebih jauh, ia menilai keputusan UI ini mencerminkan hegemoni kekuasaan terhadap kampus, di mana tekanan politik dan kepentingan pragmatis lebih dominan ketimbang integritas akademik. “Ini memalukan bagi UI, kampus terbaik di Indonesia yang ternyata tidak berani mengambil keputusan tegas,” ujar Rakhmat.
Sebelumnya, Rektor UI Prof. Heri Hermansyah enggan menjelaskan materi apa saja yang harus direvisi dalam disertasi Bahlil. Ia hanya memastikan bahwa keputusan revisi adalah hasil kesepakatan empat organ UI—Rektor, Dewan Guru Besar, Senat Akademik, dan Majelis Wali Amanat.
“Belum lulus. Mahasiswa lulus itu ada proses yudisium. Beliau belum sampai ke yudisium itu,” kata Heri kepada wartawan di Istana Kepresidenan, Kamis (13/3/2025) malam.
Sayangnya, saat ditanya apa saja yang harus direvisi dalam disertasi Bahlil, Heri menolak menjawab dan berdalih bahwa hanya pembimbing yang berhak menentukan revisi. “Kalau revisi itu kan ada revisi major, revisi minor, tergantung catatan revisinya,” ujarnya.
Selain kewajiban revisi, UI juga memberi syarat tambahan kepada Bahlil, yakni menerbitkan publikasi ilmiah baru sebagai bagian dari sanksi akademik.