All England Lebih dari Sekadar BWF Super 1000


All England memang cuma satu dari sekian turnamen bulu tangkis, tetapi semua pebulu tangkis, memandang All England sebagai turnamen yang sangat bergengsi.

Bahkan dibandingkan dengan empat turnamen BWF Super 1000 lainnya, yakni Indonesia Open, China Open dan Malaysia Open.

Ini adalah turnamen bulu tangkis tertua yang menjadi standard bulu tangkis global sejak 1899.

Semua pemain berusaha sekeras mungkin mengeluarkan kemampuan terbaiknya dalam turnamen ini, termasuk Tai Tzu Ying, pebulu tangkis Taiwan yang gantung raket begitu kalah dari Ratchanok Intanon dalam Olimpiade 2024.

“Saya selalu ingin mengeluarkan kemampuan terbaik saya dan tidak ingin meninggalkan kenangan buruk dalam turnamen yang sangat saya sukai ini,” kata juara tunggal putri All England edisi 2017, 2018 dan 2020 itu.

Atlet-atlet Indonesia, termasuk Bagas/Leo, pun begitu. Mereka bertarung habis-habisan poin per poin.

Seperti kebanyakan pendahulunya dari Indonesia, Bagas/Leo juga bertarung habis-habisan sampai harus melalui babak perempat final dan semifinal dengan drama tiga gim yang penuh adrenalin.

Mereka juga melewatkan pertarungan dua gim yang sama mendebarkannya, melawan rekan senegara mereka yang lain, Muhammad Shohibul Fikri/Daniel Marthin pada babak 16 besar.

Tapi yang menarik dari ganda putra, adalah konsistensi mereka untuk tampil dalam partai puncak turnamen bergengsi seperti All England, walau dalam empat edisi terakhir Olimpiade, mereka gagal mempersembahkan medali kepada Indonesia.

Sayang, dari semua ganda putra itu, hanya Fajar/Rian yang menyeruak ke peringkat 20 besar BWF. Pasangan ini pun hanya menempati peringkat 17. Peringkat satu ditempati oleh Kim Won Ho/Seo Seung, yang akan segera dijajal oleh Bagas/Leo, yang hanya berperingkat 55 dunia.

Fakta pasangan-pasangan Indonesia mencapai babak menentukan dalam All England Open 2025, walau dengan bekal peringkat seadanya, memaksa masyarakat untuk mengacungkan dua jempol kepada mereka.

Apalagi mereka datang ke turnamen ini ketika pemerintah Indonesia mengencangkan ikat pinggang dalam banyak hal, termasuk dalam olah raga dan bulu tangkis.

Efisiensi ternyata dalam beberapa hal tidak membuat atlet berhemat ambisi memburu trofi atau mencapai puncak kompetisi.

Tetapi ini bukan pembenaran untuk mencapai level terbaik tetap kadang dibutuhkan modal yang besar pula.

Mereka telah melewati batas nadirnya, apalagi jika dalam final nanti bisa menumbangkan ganda putra nomor satu dunia dari Korea Selatan. Jika ini bisa dilakukan, maka perjalanan Bagas/Leo dalam melawan rintangan sungguh paripurna.

Mereka sendiri sudah melakukannya pada babak 32 besar ketika menjungkalkan ganda putra peringkat lima dunia, Fang-Chih Lee/Fang-Jen Lee.

Tetapi jika pun hasil final nanti tidak berpihak kepada mereka, “dua jempol” tetap layak untuk diacungkan kepada Bagas/Leo, dan kepada ganda putra Indonesia pada umumnya.

Ini bisa menjadi pembuka untuk pencapaian-pencapaian lebih baik lagi selama kalender kompetisi bulu tangkis tahun ini, Asian Games 2025 dan Kejuaraan Dunia di Paris, akhir Agustus tahun ini.