Deputy Director Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Eko Listiyanto menyebut, jebloknya penerimaan pajak awal 2025, salah satunya karena ‘ngadatnya’ sistem administrasi pajak berbasis digital bernama Coretax.
Padahal, anggaran untuk membangun Coretax ini tidak murah, sekitar Rp1,3 triliun. Dan, melibatkan sejumlah perusahaan bereputasi dunia seperti PricewaterhouseCoopers (PwC), LG CNS-Qualysoft Consortium, dan PT Deloitte Consulting.
“Pertama, ya secara administrasi memang ada kendala ya di Coretax sampai hari ini. Jadi sistem integrasi perpajakan, Coretax tidak berjalan lancar sehingga itu tentu (menjadi) salah satu penyebab kendala di dalam collecting pajak,” ucap Eko kepada Inilah.com di Jakarta, Minggu (16/3/2025).
Selain Coretax yang masih didera masalah, menurut Eko, faktor lain yang lebih signifikan memicu jebloknya penerimaan pajak, karena ekonomi Indonesia sedang tidak baik-baik saja.
“Sebenarnya yang lebih signifikan lagi ya karena memang kondisi ekonomi ini melemah. Kelihatan sekali dari PPN yang turun, PPN itu kan melambangkan daya beli. Kalau PPN-nya turun drastis ya berarti daya beli juga ada yang bermasalah di situ,” tuturnya.
Kemudian, lanjut dia, hal ini terefleksi juga dari PPh badan, di mana beberapa badan yang sebagian besar perusahaan dan industri hanya membayar pajak lebih sedikit.
“Berarti menggambarkan kinerja mereka juga menurun, kira-kira begitu. Jadi memang yang lebih faktor fundamentalnya sebetulnya adalah kondisi perekonomian yang melemah sehingga kemudian pembayaran pajak pun baik penerimaan PPN maupun PPh badan. Mungkin juga nanti juga berimbas kepada PPh pribadi itu menjadi lebih rendah daripada periode tahun lalu,” kata Eko.
Mengingatkan saja, Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani menyebut pendapatan negara hingga akhir Februari 2025 mencapai Rp316,9 triliun. Khusus setoran pajak, realisasinya hanya Rp187,8 triliun. Di Bawah setoran pajak Februari 2024 sebesar Rp269,02 triliun. Atau turun Rp81,22 triliun yang setara 30,19 persen anjloknya.
“Penerimaan pajak Rp187,8 triliun atau 8,6 persen dari target,” ujar Sri Mulyani dalam konferensi pers realisasi APBN KiTa periode Januari dan Februari 2025 di Gedung Kementerian Keuangan, Jakarta, Kamis (13/3/2025).
Per Februari 2025, Sri Mulyani merincikan, penerimaan perpajakan yang terdiri dari setoran pajak Rp187,8 triliun ditambah bea cukai Rp52,6 triliun. Totalnya menjadi Rp240,4 triliun.
Sedangkan penerimaan negara bukan pajak (PNBP) sebesar Rp76,4 triliun. Kalau ditotal disebutkan penerimaan negara yang mencapai Rp316,9 triliun.
Jika dibandingkan dengan realisasi penerimaan negara pada Februari 2024 tercatat Rp400,36 triliun, terjadi penurunan sekitar 20,8 persen.