Pengamat kebijakan publik dari Universitas Trisakti, Trubus Rahadiansyah menganalisis, setidaknya ada dua faktor utama yang menyebabkan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Riau berada di ujung kebangkrutan karena krisis keuangan.
“Memang itu (pemprovnya memiliki) tata kelolanya yang buruk, yang tidak transparan, tidak bisa dipertanggungjawabkan, tidak akuntabel, ada banyak perilaku koruptif di situ. Satu lagi ya memang karena dulu sistemnya jor-joran, karena memang penggunaan anggaran dulu relatif leluasa. Jadi Pemda sekarang harus menanggung beban itu dan situasi yang tidak nyaman,” tutur Trubus kepada Inilah.com saat dihubungi di Jakarta, dikutip Rabu (19/3/2025).
Terlebih saat ini pemerintah pusat juga sedang menerapkan efisiensi anggaran sehingga jangan heran, bila banyak program di daerah yang tersendat.
Meski sudah berada di ujung tanduk, Trubus meyakini pemerintah pusat kemungkinan besar tidak akan mau membantu sehingga pemerintah daerah (Pemda) harus kreatif mencari sumber penghasilan.
“Ya itulah menjadi pemimpin itu kan enggak mudah, artinya dia harus inovatif, punya kreativitas, dan punya kapasitas untuk bisa mencari sumber-sumber pendanaan. Jadi dia harus berani melakukan private partnership istilahnya seperti itu,” ungkapnya.
Sebelumnya, Wakil Ketua Komisi II DPR RI, Dede Yusuf menilai krisis keuangan yang saat ini dihadapi Pemerintah Provinsi (Pemprov) Riau, juga dialami oleh beberapa daerah lainnya.
Ia menilai pemerintah pusat selama ini sudah cukup memberi bantuan kepada daerah sehingga Pemda harus kreatif dalam mencari sumber penghasilan.
“Kalau diserahkan kepada pemerintah pusat, sudah ada DAU (dana alokasi umum), DAK (dana alokasi khusus), DBH (dana bagi hasil). Rasanya sudah cukup Pemerintah pusat membantu,” ungkapnya, Selasa (18/3/2025).
Pusing Tujuh Keliling
Gubernur Riau, Abdul Wahid pusing menghadapi kondisi keuangan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Riau, yang saat ini mengalami defisit sebesar Rp1,5 triliun serta tunda bayar kegiatan yang mencapai lebih dari Rp2,2 triliun.
Dalam rapat pembahasan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) yang digelar di Balai Serindit Gedung Daerah, Pekanbaru, pada Rabu (12/3/2025), Abdul Wahid mengaku belum pernah melihat tunda bayar sebesar itu sepanjang sejarah Riau.
Abdul mempertimbangkan memangkas Tambahan Penghasilan Pegawai (TPP) bagi Aparatur Sipil Negara (ASN) di lingkungan Pemprov Riau. Selain TPP, pengurangan anggaran juga akan dilakukan pada biaya perjalanan dinas, konsumsi rapat, serta sewa gedung untuk kegiatan seremonial dan Focus Group Discussion (FGD).
Abdul menyatakan, belanja pegawai di Riau telah mencapai 38 persen dari total anggaran, padahal seharusnya tidak melebihi 30 persen. Ia juga menegaskan TPP adalah tambahan di luar gaji yang seharusnya diberikan berdasarkan beban kerja, bukan sekadar formalitas.
Setiap bulannya, Pemprov Riau mengeluarkan Rp85 miliar untuk membayar TPP. Dengan kondisi keuangan yang hampir membuat Riau bangkrut, maka kebijakan pemangkasan ini dianggap sebagai langkah rasional, agar beban fiskal tidak semakin berat.
“Kita harus rasional. Kalau situasi keuangan normal, tentu tidak masalah. Tapi kalau terus seperti ini, Riau bisa bangkrut. Saya tidak mau daerah ini gagal,” katanya.