Usut Suap Proyek PUPR, KPK Geledah Kantor Bupati OKU


Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan penggeledahan di Kabupaten Ogan Komering Ulu (OKU), Provinsi Sumatera Selatan (Sumsel). Penggeledahan ini terkait penyidikan kasus dugaan korupsi suap proyek di Dinas PUPR OKU, yang sebelumnya terungkap melalui operasi tangkap tangan (OTT).

“Betul, hari ini ada giat penggeledahan yang dilakukan oleh penyidik terkait perkara tangkap tangan di Kabupaten Ogan Komering Ulu,” ujar Juru Bicara KPK, Tessa Mahardhika, dalam keterangan tertulis kepada wartawan, Rabu (19/3/2025).

Tessa belum membeberkan secara rinci lokasi yang digeledah karena penggeledahan masih berlangsung. Namun, berdasarkan sumber informasi, penggeledahan dilakukan di Kantor Bupati OKU, Dinas PUPR, dan beberapa lokasi lainnya.

“Untuk rilis resminya, termasuk lokasi lengkap, akan disampaikan setelah seluruh rangkaian kegiatan selesai,” jelas Tessa.

Sebelumnya, KPK menggelar OTT di OKU pada Sabtu (15/3/2025). Dari delapan orang yang diamankan, enam orang telah ditetapkan sebagai tersangka dan langsung ditahan pada Minggu (16/3/2025).

Tersangka Penerima Suap:

1. Nopriansyah (NOP) — Kepala Dinas PUPR OKU

2. M. Fahrudin (MFR) — Ketua Komisi III DPRD OKU

3. Umi Hartati (UH) — Ketua Komisi II DPRD OKU

4. Ferlan Juliansyah (FJ) — Anggota Komisi III DPRD OKU

Tersangka Pemberi Suap:

5. M. Fauzi alias Pablo (MFZ) — Pihak swasta

6. Ahmad Sugeng Santoso (ASS) — Pihak swasta

Ketua KPK, Setyo Budiyanto, mengungkapkan bahwa kasus ini bermula pada Januari 2025 saat pembahasan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (RAPBD) OKU Tahun Anggaran 2025. Sejumlah anggota DPRD meminta jatah pokok pikiran (pokir) dalam bentuk proyek fisik di Dinas PUPR dengan nilai awal Rp45 miliar. Namun, karena keterbatasan anggaran, jumlahnya dikurangi menjadi Rp35 miliar dengan komitmen fee sebesar 20 persen untuk DPRD dan 2 persen untuk PUPR.

Setelah RAPBD disahkan, anggaran Dinas PUPR meningkat dari Rp48 miliar menjadi Rp96 miliar. Kepala Dinas PUPR OKU, Nopriansyah (NOP), kemudian mengatur sembilan proyek yang akan dikerjakan oleh pihak tertentu.

Praktik ini diduga sudah menjadi kebiasaan di lingkungan Pemerintah Daerah OKU, di mana proyek diperjualbelikan dengan fee yang disisihkan untuk pejabat daerah dan anggota DPRD.

Menjelang Idulfitri, Ferlan Juliansyah (FJ), M. Fahrudin (MFR), dan Umi Hartati (UH) menagih komitmen fee kepada NOP. Uang tersebut diambil dari pencairan uang muka proyek yang dikelola oleh pihak swasta, yaitu M. Fauzi alias Pablo (MFZ) dan Ahmad Sugeng Santoso (ASS).

Pada 13 Maret 2025, MFZ mencairkan uang sebesar Rp2,2 miliar di Bank Sumselbabel dan menyerahkannya kepada NOP, yang kemudian menitipkannya kepada seorang PNS di Dinas Perkim OKU, Arman (A). Sebelumnya, pada awal Maret 2025, ASS juga menyerahkan Rp1,5 miliar kepada NOP di kediamannya.

Terdapat sembilan proyek yang dikondisikan dalam kasus suap ini, termasuk proyek rehabilitasi Rumah Dinas (Rumdin) Bupati dan Wakil Bupati OKU dengan nilai Rp10,86 miliar. Proyek ini dikerjakan oleh dua pihak swasta menggunakan perusahaan bendera asal Lampung Tengah.

KPK juga tengah mendalami dugaan keterlibatan Penjabat (Pj) Bupati OKU M. Iqbal Alisyahbana dan Bupati OKU Teddy Meilwansyah dalam kasus ini.

“Ada dua, yaitu penjabat bupati sebelum dilantik pada 2024 dan bupati definitif setelah pelantikan 2025. Keduanya akan didalami perannya,” ungkap Direktur Penyidikan KPK, Asep Guntur Rahayu, di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Minggu (16/3/2025).

KPK juga menelusuri peran anggota DPRD OKU lainnya yang diduga turut menerima suap, serta perusahaan-perusahaan asal Lampung Tengah yang digunakan oleh MFZ dan ASS untuk pengerjaan proyek tersebut.

“Tiga kelompok utama—kepala daerah, anggota DPRD, dan perusahaan pinjaman bendera—akan segera dipanggil setelah pendalaman bukti selesai,” jelas Asep.