Analis mata uang, Lukman Leong, mengaku tidak heran bila persoalan pajak masih menjadi tantangan bagi pemerintah Indonesia. Terlebih, setelah Bank Dunia menyimpulkan penerimaan pajak Indonesia periode 2016-2021 masuk kategori terburuk.
“Tidak mengherankan, pajak masih menjadi tantangan bagi perekonomian Indonesia apabila hendak melangkah ke ekonomi yang lebih maju,” ucap Lukman kepada inilah.com saat dihubungi di Jakarta, Jumat (28/3/2025).
Ia menyatakan banyak hal yang menyebabkan tantangan perpajakan, yaitu masih rendahnya kesadaran pajak, penghindaran pajak dan juga tingkat penerimaan pajak Indonesia yang relatif masih rendah dibandingkan negara-negara lain, seperti pajak penghasilan maupun korporasi.
“Isu pajak memang rumit. Pajak yang terlalu rendah akan mengurangi penerimaan negara dan pembangunan. Kalau pajak terlalu tinggi akan menekan pertumbuhan ekonomi dan daya saing. Jadi pajak memang hal yang terberat bagi pemerintah,” ujarnya.
Akan tetapi, pemberlakuan pajak yang rendah juga belum tentu bisa menarik investor, karena masih ada faktor lain, seperti stabilitas politik, keamanan, produktifitas, sumber daya manusia, logistik, dan lainnya,” tandasnya.
Berdasarkan laporan berjudul Economic Policy: Estimating Value Added Tax (VAT) and Corporate Income Tax (CIT) Gaps in Indonesia yang dipublikasi pada 2 Maret 2025, Bank Dunia menganalisis data perpajakan Indonesia periode 2016-2021. Kesimpulannya: “Kinerja Indonesia dalam pengumpulan penerimaan pajak sangat buruk.”
Dikutip pada Rabu (26/3/2025), Bank Dunia mencatat Pemerintah Indonesia rata-rata kehilangan potensi pendapatan Rp546 triliun/tahun, dampak ari rendahnya kepatuhan pajak
Potensi kehilangan pendapatan itu terbagi dari dua sumber yakni pajak pertambahan nilai (PPN) yang angkanya mencapai Rp386 triliun dan Pajak penghasilan (PPh) Badan sebesar Rp160 triliun per tahun. Bank Dunia menilai pemerintah Indonesia tak efisien dalam memungut pajak.