Keputusan Gubernur Jakarta Pramono Anung soal tamatan SD boleh mendaftar jadi petugas PPSU menuai polemik. Bukan cuma dikhawatirkan ganggu gairah belajar, kebijakan Pramono juga berpotensi melawan UU Ketenagakerjaan.
Asal tahu saja UU Ketenagakerjaan mewajibkan batas minimum usia 18 tahun bagi orang yang mau bekerja. Sementara, Pramono membolehkan siapa saja yang sudah memiliki KTP (berusia 17 tahun) melamar jadi PPSU asalkan bisa baca tulis dan punya ijazah SD.
“Meski tidak tercantum harus 18 tahun, ketentuan 18 tahun dalam UU Ketenagakerjaan harus dipatuhi,” kata pengamat ketenagakerjaan dari Universitas Airlangga (Unair) Hadi Subhan saat dihubungi Inilah.com, dari Jakarta, Kamis (10/4/2025).
Menurut Hadi, harus ada aturan yang lebih jelas dari Pemprov Jakarta dalam pelaksanaan aturan baru rekrutmen PPSU. Selain itu, ia menekankan agar adanya pengawasan yang ketat, jangan sampai asal memenuhi lapangan kerja, anak di bawah umur pun diloloskan. “Juga perlu pengawasan ketenagakerjaan. Kan ada pegawai pengawas ketenagakerjaan di Disnaker,” ucapnya.
Gubernur Jakarta Pramono Anung telah menandatangani Peraturan Gubernur (Pergub) terkait persyaratan kerja untuk menjadi petugas Penanganan Prasarana dan Sarana Umum (PPSU). Aturan ini memungkinkan adanya perpanjangan batas maksimal usia petugas PPSU, di kisaran 55-58 tahun. Tetapi tak tercantum batas minimum usia.
Adapun perubahan lainnya, persyaratan pendidikan diturunkan menjadi minimal lulusan Sekolah Dasar (SD) dari sebelumnya minimal lulusan SMA. Wakil Gubernur DKI Jakarta, Rano Karno, menjelaskan bahwa persyaratan untuk menjadi petugas PPSU cukup sederhana, yakni dapat membaca dan menulis, serta memiliki KTP DKI Jakarta. “Dari awal kita ingin PPSU cukup bisa baca tulis karena ini bukan tenaga berkeahlian,” kata Rano Karno saat ditemui di Jakarta, Rabu (9/4/2025).
“Masih ada 1.652 PPSU yang dibutuhkan, misalnya Kemayoran, di satu kelurahan itu rekrutnya cuma 10, karena areanya nggak luas. Tapi ada (kelurahan) yang butuh sampai 30, mungkin karena areanya luas. Kriterianya itu tentu pihak kelurahan yang lebih paham,” ujar Rano lagi.
Tak Usah Sekolah untuk Dapat Gaji UMR?
Koordinator Nasional Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI), Ubaid Matraji mengkritisi aturan Gubernur Jakarta Pramono Anung memperbolehkan lulusan sekolah dasar (SD) melamar menjadi petugas PPSU. Menurutnya aturan tersebut mengandung pesan yang kontradiktif dan kontroversi.
Menurutnya, kebijakan ini seperti mengabsahkan putus sekolah dengan memberikan jaminan kerja bergaji UMR bagi lulusan SD.
“Hal ini berpotensi mengurangi motivasi masyarakat untuk menyekolahkan anak hingga SMA/SMK,” kata Ubaid saat dihubungi Inilah.com, Jakarta, Senin (7/4/2025).
Ia pun menyarankan agar aturan tersebut bisa berjalan beriringan dengan agenda wajib belajar 12 tahun, maka perlu diimbangi dengan program pendidikan nonformal, seperti Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) untuk meningkatkan keterampilan dan literasi pekerja.
“Saat ini masih jutaan anak di Indonesia tidak melanjutkan sekolah karena faktor ekonomi. Tanpa intervensi kebijakan yang holistik, kebijakan PPSU bisa menjadi jalan pintas yang mengabaikan urgensi peningkatan kualitas SDM,” ucap Ubaid.
Senada, Anggota DPRD Jakarta dari Fraksi Partai Solidaritas Indonesia (PSI) August Hamonangan mengaku khawatir maksud baik Pramono jadi bumerang. Menurutnya, dibukanya lowongan petugas oranye dengan cukup lulusan SD berpotensi gairah warga mengejar taraf pendidikan yang lebih tinggi merosot. Bukan mustahil, keberadaan lowongan ini akan membuat warga lainnya berpikir tak perlu pendidikan tinggi untuk bisa bekerja.
“Saya khawatir kebijakan Pemprov DKI Jakarta akan berdampak negatif terhadap dunia pendidikan di Jakarta. Hal itu tidak menutup kemungkinan membuat beberapa warga kurang semangat menempuh pendidikannya karena merasa sudah mendapatkan jaminan kerja menjadi pasukan oranye,” kata August di Jakarta, dikutip Senin (7/4/2025).