Nasib apes yang mendera sejumlah BUMN karya seolah tak pernah berhenti. Salah satunya dialami ) PT Wijaya Karya Tbk (Persero/WIKA) yang mengalami gagal bayar atas pembayaran pokok surat utang.
Atas fenomena ini, PT Pemeringkat Efek Indonesia (Pefindo) menurunkan peringkat emiten BUMN karya bersandi WIKA itu. “Hingga 11 April 2025, Pefindo telah dua kali menurukan peringkat terhadap BUMN konstruksi itu (WIKA),” kata Kepala Divisi Pemeringkatan Non-Jasa Keuangan 2 Pefindo, Yogie Surya Perdana, Jakarta, dikutip Rabu (16/4/2025).
Asal tahu saja, peringkat WIKA diturunkan dari BB-Credit Watch Negative (CWN) menjadi CCC dengan status Credit Watch with Negative (CWN), seiring dengan terjadinya gagal bayar atas pokok surat utang yang diterbitkan perusahaan. “Peringkatnya kami kembali koreksi atau kami revisi dari sebelumnya CCC, menjadi selektif default atau gagal bayar, ya,” kata Yogie.
Di sisi lai, Yogie menyampaikan, Pefindo mengerek naik peringkat PT PP Properti Tbk (PPRO). Sebelumnya, berstatus selective default (SD), namun kini dinaikkan menjadi CCC dengan outlook stabil.
Ia mengatakan peningkatan ini dilakukan setelah tercapainya kesepakatan homologasi antara PP Properti dan seluruh kreditur dalam proses Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU), baik untuk surat utang maupun kewajiban korporasi secara keseluruhan.
Atas perkembangan ini, kata dia, saham WIKA sempat dihentikan perdagangan sahamnya atau disuspensi oleh Bursa Efek Indonesia (BEI). Sahamnnya sempat bertengger di level Rp204 per saham dengan kapitalisasi pasar Rp8,13 triliun.
Seiring dengan meningkatnya kebutuhan refinancing, Pefindo mengumumkan penerbitan surat utang korporasi melonjak hingga 77 persen pada kuartal-2025.
Kepala Divisi Riset Ekonomi Pefindo, Suhindarto mengungkapkan, total emisi surat utang hingga akhir Maret mencapai Rp46,75 triliun dari Rp26,35 triliun pada periode yang sama tahun lalu.
Menurutnya, lonjakan ini menunjukkan respons aktif dari korporasi dalam mengantisipasi jatuh tempo obligasi yang diperkirakan mencapai Rp161,21 triliun sepanjang 2025. Sebagian besar surat utang yang jatuh tempo tahun ini, merupakan hasil penerbitan bertenor pendek pada tahun lalu dan kemungkinan besar akan dilakukan refinancing.
“Hal itu sejalan dengan strategi perusahaan dalam menghadapi ketidakpastian dan juga suku bunga tinggi,” kata dia.