Pembukaan perdagangan Selasa (22/4/2025), rupiah dibuka melemah 0,33 persen menjadi Rp16.862. Dalam penutupan sehari sebelumnya menyentuh level Rp16.807. Ada apa gerangan?
Presiden Direktur PT Doo Financial Futures, Ariston Tjendra menduga, nilai tukar (kurs) rupiah terhadap dolar AS yang dibuka melemah, dipicu kekhawatiran pelaku pasar terhadap perkembangan ekonomi global. Salah satu biang keroknya adalah kebijakan ‘gila’ Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump.
“Pagi ini nilai tukar regional bergerak melemah terhadap dolar AS (Amerika Serikat). Kelihatannya konsolidasi terjadi lagi, pasar masih khawatir dengan masa depan ekonomi global karena kenaikan tarif Trump meskipun Trump sudah melakukan relaksasi dan membuka negosiasi,” kata Ariston, di Jakarta, Selasa (22/4/2025).
Padahal, Badan Pusat Statistik (BPS) baru sehari mengumumkan adanya kenaikan surplus neraca perdagangan pada Maret 2025 sebesar US$4,33 miliar. Pada bulan sebelumnya, surplus neraca perdagangan Indonesia mencapai US$3,12 miliar.
Berdasarkan catatan BPS, surplus pada Maret adalah ke-59 bulan berturut-turut sejak Mei 2020. Surplus ini ditopang komoditas nonmigas dengan surplus perdagangan senilai US$6 miliar.
Lagi-lagi, kabar baik dari BPS itu berhasil ‘digulung’ Presiden AS, Donald Trump yang menetapkan kebijakan ‘gila’ bernama tarif resiprokal.
Mengingatkan kembali, Trump mengumumkan penerapan tarif impor terhadap barang dari 185 negara dan wilayah pada 2 April 2025. Aturan ‘gila’ Trump ini, mematok adanya tarif universal sebesar 10 persen untuk seluruh produk impor ke AS. Berlaku sejak 5 April, sedangkan tarif individu diberlakukan mulai 9 April. Khusus tarif individu untuk Indonesia ditetapkan 32 persen.
Namun pada 9 April, Trump mengumumkan penangguhan kenaikan tarif atas produk dari 75 negara yang menyatakan kesediaan untuk bernegosiasi selama 90 hari. Negara-negara ini, termasuk Indonesia dikenai tarif impor 10 persen.
Dalam hal ini, Trump membuka pintu selebarnya untuk bernegosiasi dan kemungkinan memperpanjang masa jeda 90 hari tersebut. Adanya ketegangan perdagangan dan situasi yang penuh ketidakpastian, dengan negara-negara berkembang menjadi pihak paling rentan, membuat pertumbuhan ekonomi global diprediksi melambat dari 2,8 persen pada 2024 menjadi 2,3 persen pada 2025.
Laporan tersebut disampaikan oleh United Nations Conference on Trade and Development (UNCTAD) yang menganggap pelambatan ini menandai pergeseran menuju jalur resesi.
“Rupiah berpotensi melemah lagi hari ini terhadap dolar AS. Potensi pelemahan ke arah Rp16.850, dengan potensi support Rp16.750,” ucap Aris.
Mengutip data Bloomberg pada Selasa (22/4/2025) pukul 09.25 WIB, mata uang Garuda ‘menclok’ di level Rp16.862 per dolar AS. Terjadi pelemahan sebesar 0,33 persen dibandingkan penutupan Senin (21/4) yang mencapai Rp16.807 per dolar AS.