Sepertiga Korban Kecelakaan KA Tewas


Kecelakaan kendaraan jalan dan kereta api (KA) masih terus berulang, tetapi paling banyak ditanggapi dengan ucapan berduka cita dan penutupan pintu perlintasan “yang bersalah”. Sejak peristiwa KA Komuter Jenggala di pintu perlintasan antara Stasiun Indro dan Stasiun Kandangan, Gresik, Jawa Timur yang membawa duka keluarga dengan anak dua kecil-kecil itu akibat tewasnya asisten masinis Abdillah Ramdan, beberapa kecelakaan di pintu perlintasan masih saja terjadi.

Pintu perlintasan KA pun jadi tempat yang mengerikan bagi orang sekitar, tetapi tidak bagi orang yang sengaja menyeberang lalu terlanggar laju KA. Apakah mereka lengah – padahal umumnya sudah diteriaki orang sekitar – tidak tahu aturan penyeberangan pintu perlintasan, atau menganggap masinis KA akan mengerem ketika tahu ada orang menyeberang, wallahu ‘alam bissawab.

Banyak korban kecelakaan pintu perlintasan tidak bisa ditanyai lagi kenapa melanggar pintu perlintasan sehingga berbenturan dengan kereta yang lewat. Mereka tewas, yang jumlahnya sekitar 30% dari seluruh korban tabrakan KA dan kendaraan jalan.

Angka ini melebihi angka tabrakan antar-kendaraan di jalan. Kakorlantas Polri, Irjenpol Aan Suhanan membuka data tahun 2024. Katanya, dari 1.150.000 kecelakaan/tabrakan, sepanjang tahun itu “hanya” 27.000 korban tewas (Tempo 15/12-24), atau sekitar 23%.

Dari catatan PT KAI (Kereta Api Indonesia), sepanjang tahun 2023 hingga Maret 2024, terjadi 414 kali tabrakan antara KA dan kendaraan jalan (motor, mobil, truk), dengan korban tewas 124 orang (29,9%), 87 luka berat dan 110 luka ringan. Pada Januari hingga awal April 2025 terjadi 9 kasus dengan 3 (33%) orang tewas, satu luka berat.

Masih data PT KAI, sepanjang 2020 sampai dengan 2024 terjadi 1.400 kecelakaan di pintu perlintasan. Dari jumlah itu, korban tewas sebanyak 450 orang (32%), luka berat 318 orang dan luka ringan 458.

KA Komuter Jenggala pada awal malam 8 April lalu menabrak satu truk yang menyeberang rel tanpa menunggu KA lewat padahal sudah diperingatkan. Lokomotif menabrak bagian bak truk yang membawa gelondongan kayu yang berdiameter masing-masing sekitar 50 senti, membuat kayu-kayu berserakan menggelinding, menimpa ruang masinis KA.

Kedua masinis, Purwo Pranoto dan asistennya, Abdillah Ramdan, tergencet kayu-kayu yang beratnya ratusan kilogram itu. Abdillah Ramdan wafat sementara Purwo Pranoto yang luka berat di tulang belakangnya dirawat di RS Gresik, lokomotifnya rusak parah sehingga tidak bisa dioperasikan.

Sebelas hari berikutnya, pukul 17.55 pada 19 April, sebuah Grand Livina melintas di pintu perlintasan Kedungbadak, Bogor, Jawa Barat, terhenti di tengah rel akibat bannya selip, tertabrak KRL (kereta rel listrik) jurusan Manggarai – Bogor. Walaupun petugas perlintasan resmi sudah melambaikan bendera merah agar KRL berhenti, kecepatan yang membuat KRL tetap meluncur menabrak dan menyeret Livina hingga beberapa belas meter.

Tidak ada korban jiwa, namun tetap membawa kerugian besar di pihak Livina terutama PT KAI karena kerusakan armadanya akibat roda-roda keretanya anjlok ditambah operasional KRL terganggu. Sama dengan pengemudi dan pemilik truk gelondongan di Gresik, pemilik dan pengemudi Livina akan dimintai ganti rugi oleh PT KAI.

Terus bertambah

Banyaknya kecelakaan membuat setiap tahun PT KAI menutup banyak pintu perlintasan yang terbukti membawa kecelakaan. Pada 2024 ada 3.896 pintu perlintasan di jaringan PT KAI sepanjang 6.879 km di Jawa dan Sumatera dan sebagian kecil Sulawesi. Sejumlah 3.896 pintu perlintasan sebidang dengan jalur KA, 2.803 di antaranya merupakan perlintasan resmi yang dijaga petugas PT KAI, sejumlah 1.093 pintu merupakan perlintasan “liar”.

Perlintasan ini sebagian dijaga petugas pemda setempat, petugas perusahaan swasta yang punya kepentingan penyeberangan ke tempat usahanya, sekitar 406 pintu dijaga secara swadaya masyarakat. Sejatinya jumlah pintu perlintasan jauh lebih banyak dari yang dilaporkan dan selalu bertambah tanpa bisa dicegah.

Penambahan pintu perlintasan liar terjadi sejalan makin padatnya kawasan permukiman di sepanjang sisi rel KA, akibat enggannya masyarakat berputar melewati pintu perlintasan resmi. Jangankan berputar sampai 500-an meter, untuk beda jarak hanya 50 meteran saja pengendara sepeda motor – juga mobil – merasa lebih nyaman berkendara melawan arus daripada memutar.

Untuk dipahami, setiap terjadi kecelakaan di pintu perlintasan atau yang berhubungan dengan jalur kereta api, pihak yang dipastikan salah adalah pengguna jalan. Ini sesuai Undang-undang (UU) No. 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian dan UU No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ), yang menyebutkan publik atau pengguna jalan wajib mendahulukan perjalanan KA saat hendak melintas.

Pasal 124 UU Perkeretaapian jelas menyebutkan, pengguna jalan wajib mendahulukan KA di perlintasan sebidang, tempat jalan bertemu dengan rel KA. Pada Pasal 114 UU LLAJ diatur, setiap pengguna jalan yang akan melewati perlintasan sebidang (dengan KA) wajib berhenti, melihat dan mendengar serta hanya melintas jika kondisi telah aman, tidak ada KA yang akan atau sedang lewat.

Sementara peraturan Direktur Jenderal Darat Tahun 2005 mengatur tata cara berlalu lintas di perlintasan sebidang, antara lain setiap pengemudi kendaraan wajib mengurangi kecepatan kendaraan sewaktu melihat rambu peringatan adanya perlintasan KA. Mereka harus menghentikan kendaraan sejenak sebelum melewati perlintasan, menengok ke kiri dan ke kanan untuk memastikan tidak ada KA yang akan melintas.

Di perlintasan pengguna kendaraan jalan tidak boleh mendahului kendaraan lain, tidak menerobos perlintasan saat pintu perlintasan ditutup. Juga tidak menerobos saat lampu isyarat warna merah menyala di perlintasan.

Pengereman panjang

Pengguna jalan harus memastikan kendaraannya melewati rel yang kosong, wajib membuka jendela samping pengemudi, memastikan ada tidaknya tanda peringatan kereta akan lewat. Apabila mesin kendaraan tiba-tiba mati di perlintasan, pengemudi harus membawa kendaraannya keluar dari perlintasan.

Setiap pengemudi kendaraan wajib berhenti di belakang marka melintas yang berupa tanda garis melintas, menunggu KA lewat.

Perlu dipahami KA tidak dapat berhenti mendadak atau berhenti di tempat yang tidak ditentukan karena mengangkut penumpang dalam jumlah banyak atau barang dalam tonase yang besar. Roda KA dan jalan rel terbuat dari besi, sehingga nilai friksinya kecil dan tidak dapat berhenti mendadak.

KA terikat di relnya, tidak dapat berbelok atau menghindar apabila terjadi sesuatu yang menghalangi jalannya. KA juga tidak dilengkapi kemudi, sehingga tidak dapat menghindar atau berbelok seperti kendaraan lain.

Penelitian menyebutkan, dengan kecepatan KA komuter sekitar 60 km/jam alat angkut bermassa tinggi itu baru bisa berhenti sekitar 200 meter – 300 meter setelah rem diinjak. Untuk KA penumpang dengan kecepatan sekitar 90 km/jam, jarak pengereman bisa lebih dari 700 meter, meskipun rodanya langsung terkunci.

KA berkecepatan 60 km/jam saja bisa membuat sebuah sedan ringsek dilanggar KA, dan pada kecepatan lebih dari 90 km/jam, lokomotifnya ikut jebol.

Semua masinis KA yang melaju antara Bekasi hingga Pasarsenen atau Jatinegara harus selalu siap menurunkan kecepatan dan siap mengerem keretanya sewaktu-waktu, karena banyaknya masyarakat dan kendaraan yang melintas rel. Hal sama juga terjadi antara Stasiun Manggarai – Pasar Minggu hingga Stasiun Depok – Bogor.

Upaya paling memadai adalah memisahkan jalur KA agar tidak sebidang dengan jalan, atau dengan kawasan permukiman. Paling efektif jalan relnya dibuat di bawah permukaan atau dilayangkan sepanjang jalur operasionalnya seperti KA Whoosh.

Membuat jalur layang untuk kendaraan melintas rel kurang efektif, karena sisi amannya hanya sepanjang lebar jembatan, yang umumnya sekitar 50-an meter, sementara sepanjang sisi kiri-kanannya masih panjang. Namun membangun jalur layang atau underpass saat KA sudah beroperasi lebih ribet dan memakan biaya tinggi jika dibandingkan membangunnya sejak awal.